Revitalisasi Makna Guru Dari Ajaran Tasawuf Dalam Kerangka Pembentukan Karakter
Oleh Irham Yuwanamu, Unisma Bekasi dan Yudril Basith, UIN Jakarta
Belum lama kita menyaksikan perdebatan yang serius antara
pemerintah dengan masyarakat terkait dengan upaya pengembangan pendidikan berkarakter. Perdebatan dipicu dari wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendi, yang sejak awal dilantik menjabat menteri pada 2016 hingga keluar Permendikbud No. 23 tahun
2017. Permen ini mengatur waktu sekolah seminggu lima hari dalam rangka
pembentukan karakter
anak didik.
Respon penolakan tak tebendung, pasalnya Permendikbud
tersebut dianggap oleh masyarakat menyisakan masalah sosial, dan bisa mematikan
sekolah sore (sekolah diniyah) yang
dianggap sebagai sekolah yang sudah mengembangkan karakter. Lalu Permendikbud tersebut digantikan Perpres No. 87
tahun 2017 tentang pendidikan penguatan karakter.
Sebelumnya pada era Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, dalam rangka yang sama, Mendikbud M. Nuh pada waktu
itu menyusun kurikulum 2013 (K-13) untuk menggantikan
kurikulum 2006 (KTSP). Kurikulum ini dinyatakan
sebagai kurikulum berbasis karakter serta berorientasi pada anak didik (student oriented) yang berbeda pada kurikulum sebelumnya (teacher oriented).
Sementara penelitian menunjukkan bahwa model kurikulum 2013 menyisakan masalah,
misalnya guru yang kurang mumpuni, buku panduan yang cenderung agamisasi,
kemudian format penilaian yang menghabiskan waktu (Suhadi,
Yusuf, Tahun, Budi, & Sudarto, 2015). Dari
banyaknya permasalahan yang muncul kemudian K-13 dihentikan oleh Mendikbud
Anies Baswedan pada 2014, padahal pemberlakuannya belum lama.
Jadi dalam rangka membangun karakter, pendidikan
nasional hingga kini masih mencari bentuk, kurikulum berubah-ubah dengan
rentang waktu yang relatif tidak lama. Beberapa
usaha tersebut belum sesuai harapan yang diinginkan. Menurut
penelitian sebelumnya oleh (Sholehudin,
2016) tentang
pendidikan akhlak mulia melalui pendidikan afektif menyatakan bahwa pembentukan
akhlak mulia peserta didik dapat berhasil menggunakan pendekatan humanistik.
Pendekatan ini representasi dari sikap perhatian, kasih sayang dan lemah lembut
yang dapat meningkatkan kesadaran ibadah, prestasi akademik, dan perilaku
terpuji kepada anak didik. Dalam kaitan ini guru sebagai kunci utama. Selanjutnya
risetnya (Reksiana,
2015) tentang
pengaruh mikrosistem pendidikan terhadap karakter remaja.
Riset ini menjelaskan
bahwa dalam pendidikan karakter untuk anak remaja, pengaruh sekolah dan
lingkungan masyarakat lebih besar dibanding pengaruh dari lingkungan keluarga. Ini
menunjukkan bahwa karakter anak terbentuk bukan hanya dipengaruhi dari satu
aspek saja tetapi banyak aspek yang memiliki hubungan dengan kehidupan anak.
Penelitian
yang lain dilakukan oleh (Griffin
Freeman, 2014) tentang
implementasi pendidikan karakter pada anak dan pencegahan atas tindakan
penganiayaan (bullying). Riset ini
berupaya menguraikan pengajaran karakter anak melalui gambar-gambar dalam buku
sebagai pencegahan atas tindakan bullying.
Kajiannya Freeman menyatakan bahwasanya melalui gambar dalam buku pengajaran
dapat memberikan pemahaman yang baik kepada anak dalam mendukung penciptaan
karakter.
Tidak hanya itu, sastra dan bahasa juga memainkan peranan penting
dalam membentuk karakter anak bangsa. Misalnya kajiannya (Effendy,
2014) menyatakan
bahwa bahasa yang halus, tertata rapi, dan disampaikan dengan budi pekerti yang
mulia menimbulkan kesan yang beradab, santun, terhormat bagi pembicara maupun
pendengarnya. Kajian ini memberikan gambaran bahwa karakter mulia dibentuk
dengan bahasa dan sastra yang baik.
Ada
lagi penelitian tentang implementasi pendidikan karakter melalui pendekatan
terintegrasi yang dilakukan oleh (Mujtahid,
2016). Penelitian ini
memfokuskan pada tiga hal yaitu karakter religious,
karakter kepribadian diri dan karakter sosial. Temuannya menunjukkan bahwa dari
ketiga fokus karakter tersebut, semuanya dibangun dari pembiasaan.
Karakter religious dibangun dari pembiasaan
perkuliahan dengan pembudayaan yang berbasis aktifitas keagamaan. Kemudian
karakter kepribadian diri dibangun melalui pembiasaan disiplin, jujur dan
tanggungjawab dan karakter sosial dibentuk dengan toleransi, kepedulian sosial
dan demokratis dalam sistem pembelajaran.
Perlu diketahui bahwasanya karakter merupakan nilai operatif dalam
tindakan manusia. Karakter didapatkan dari proses yang bersamaan dengan nilai
kebaikan dan juga dapat dipahami sebagai disposisi batin untuk menanggapi
situasi dan kondisi yang sesuai dengan moral yang mulia (Lickona,
1991: 82). Pendidikan
karakter dalam hal ini dapat disebut sebagai pendidikan moral/budi pekerti dan
bisa dikatakan juga sebagai pendidikan akhlak.
Artikel ini tidak jauh
berseberangan dengan beberapa kajian sebelumnya di atas, yakni sama-sama dalam
rangka mengkaji pembentukan karakter. Namun perbedaannya pada sisi cara
karakter itu dibentuk. Artikel ini berupaya membahas pembentukan karakter pada proses pendidikan melalui peran guru berdasarkan petunjuk dari ajaran tasawuf
dan ini yang tidak dibahas dari kajian sebelumnya.
Artikel ini mengangkat
kajian tersebut, agar nilai-nilai dalam ajaran tasawuf yang sangat lekat
hubungannya dalam membentuk moral dapat diambil, kemudian temuan-temuannya
diharapkan dapat merevitalisasi pengertian guru dan perannya untuk menciptakan
karakter murid yang lebih baik. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimana makna
guru/pendidik berdasarkan ajaran tasawuf yang dapat merevitalisasi makna guru untuk
pendidikan karakter?
Artikel
ini merupakan kajian literatur yang diformulasikan dari berbagai pemikiran
tasawuf. Adapun sumber pembahasannya berasal dari buku-buku/pemikiran tokoh
sufi dan para pengkaji ilmu tasawuf, kemudian dikonstruksi menjadi sebuah
tulisan ini. Selain itu juga didukung dengan literatur yang lain di luar kajian
tasawuf yang masih terkait, dengan demikian dapat memperkaya isi artikel.
Untuk selanjutnya baca artikel lengkapnya dengan mengunduh via link ini https://www.researchgate.net/publication/325985555_REVITALISASI_MAKNA_GURU_DARI_AJARAN_TASAWUF_DALAM_KERANGKA_PEMBENTUKAN_KARAKTER
atau bisa mengunduhnya via link ini https://www.academia.edu/36917412/REVITALISASI_MAKNA_GURU_DARI_AJARAN_TASAWUF_DALAM_KERANGKA_PEMBENTUKAN_KARAKTER
*sumber gambar dari google
Tidak ada komentar