Pi-Pa-Lan-Da dalam Perspektif Matematika
Oleh Slamet Widodo, Guru Matematika di MTs 3 Bojonegoro yang bertempat di Kepohbaru.
Judul tulisan ini mungkin terlihat agak sedikit aneh. Entah, ini diambil dari bahasa apa. Bahasa Inggris, bukan. Bahasa Jerman, juga bukan. Bahasa hati, ah, bukan lah.
Pipalanda adalah sebuah kependekan dari operasi hitung matematika dari bahasa Jawa.
Memang, orang Jawa itu suka sekali membuat kependekan-kependekan dari sebuah kalimat.
Misal, "Wi wo wite, Les Mbo Donge, Kar Wo Kete". Kepanjangan dari "Uwi dawa wite. Tales amba godonge. Cikar dawa tikete".
Artinya, "Uwi (tumbuhan umbi-umbian sejenis talas) panjang pohonnya. Talas lebar daunnya. Cikar (kendaraan yang ditarik sapi) panjang jejaknya."
Kembali ke judul. Mari kita uraiakan istilah Pi-Pa-Lan-Da.
Pi, kependekan dari Ping (Jawa), artinya kali (perkalian). Pa (bacanya: po), kependekan dari Para (bacanya: Poro), artinya bagi (pembagian). Lan, --bukan sebuah kependekan, tapi sudah merupakan satu suku kata dalam bahasa Jawa-- artinya "dan" atau tambah (penjumlahan). Dan yang terakhir, Da (bacanya: do), kependekan dari Suda (bacanya Sudo) yang artinya kurang (dikurangi).
Dalam matematika dasar, Konsep ini sangat penting. Ini adalah konsep operasi hitung dalam matematika.
Untuk menyelesaikan operasi hitung matematika, harus mengikuti cara (konsep) Pipalanda dengan langkah-langkah sebagai berikut;
Dimulai dari perkalian, pembagian, penjumlahan, dan yang terakhir pengurangan. Jika dituliskan menjadi seperti ini; (x), (:), (+), (-).
Misal:
3 - 2 + 5 x 4 : 2 =
Untuk menjawab soal berikut, kita harus menggunakan konsep "Pi-Pa-Lan-Da"
= ((5 x 4) : 2) + 3 - 2
= (20 : 2) + 1
= 10 + 1
= 11
Konsep seperti ini, harus kita tanamkan kepada anak sejak usia SD/MI. Dan dipastikan anak-anak harus benar-benar paham konsep operasi hitung matematika dasar. Jika mereka sudah menguasai materi ini, bisa dipastikan akan mudah dalam belajar matematika. Pada jenjang yang lebih tinggi di atasnya. Bahkan sampai di bangku kuliah.
Satu lagi. Dan ini tidak kalah pentingnya. Hukumnya wajib. Tidak boleh ditawar. Sejak SD/MI anak-anak wajib hafal perkalian dan pembagian 1 hingga 9.
Jika tidak, maka anak-anak akan mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Dan itu menjadi salah satu penyebab rendahnya minat siswa terhadap pelajaran matematika.
Karena merasa kesulitan. Pikirannya tidak kuat lagi untuk diajak berfikir. Alias budek. Akhirnya anak-anak putus asa.
Tulisan ini saya buat, karena terinspirasi dari pengalaman saya mengajar matematika materi persamaan kuadrat di kelas 9, Senin, 11 September 2017. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pemfaktoran.
Saya penasaran. Dalam benak saya tersimpan banyak pertanyaan. Faktor apakah yang menjadi penyebab kesulitan siswa dalam belajar aljabar, persamaan kuadrat dan pemfaktoran. Kemudian, saya mengadakan tes lisan. Materi ujinya adalah perkalian dan pembagian.
Siswa di kelas tersebut, saya minta maju satu persatu urut berdasarkan absensi. Lalu saya beri pertanyaan perkalian dan pembagian, masing-masing lima butir soal. Jadi total ada sepuluh pertanyaan.
Dan ternyata, hasilnya cukup mengejutkan. Dari 35 anak dalam kelas tersebut. Hanya sekitar 5 anak yang bisa menjawab seluruh pertanyaan yang saya ajukan. Selebihnya, hanya bisa menjawab dua dan bahkan ada siswa yang belum bisa menjawab pertanyaan sama sekali. Artinya, siswa tersebut belum hafal perkalian dan pembagian.
Jika melihat permasalahan di atas. Siswa tidak hafal perkalian dan pembagian. Siswa juga belum faham konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Siapa yang disalahkan? Apakah Guru SD/MI?
Jika kita menyalahkan guru SD/MI, itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, masih ada peran yang sangat penting dalam keberhasilan seorang anak. Siapakah dia? Jawabannya adalah orang tua. Orang tua harus benar-benar ngopeni belajar anak pada waktu di rumah. Sebab, waktu balajar anak paling banyak adalah di rumah. 17 jam lamanya. Gurunya adalah orang tua itu sendiri.
Sementara anak belajar bersama guru di sekolah, hanya butuh waktu maksimal 7 jam saja. Dan yang siswa diopeni oleh guru bukan hanya satu. Tapi banyak. Tidak mungkin guru memperhatikan satu persatu dari seluruh siswa yang ada. Jadi kesimpulannya, dibutuhkan peran orang tua dan guru untuk keberhasilan seorang anak dalam belajar.
Pipalanda adalah sebuah kependekan dari operasi hitung matematika dari bahasa Jawa.
Memang, orang Jawa itu suka sekali membuat kependekan-kependekan dari sebuah kalimat.
Misal, "Wi wo wite, Les Mbo Donge, Kar Wo Kete". Kepanjangan dari "Uwi dawa wite. Tales amba godonge. Cikar dawa tikete".
Artinya, "Uwi (tumbuhan umbi-umbian sejenis talas) panjang pohonnya. Talas lebar daunnya. Cikar (kendaraan yang ditarik sapi) panjang jejaknya."
Kembali ke judul. Mari kita uraiakan istilah Pi-Pa-Lan-Da.
Pi, kependekan dari Ping (Jawa), artinya kali (perkalian). Pa (bacanya: po), kependekan dari Para (bacanya: Poro), artinya bagi (pembagian). Lan, --bukan sebuah kependekan, tapi sudah merupakan satu suku kata dalam bahasa Jawa-- artinya "dan" atau tambah (penjumlahan). Dan yang terakhir, Da (bacanya: do), kependekan dari Suda (bacanya Sudo) yang artinya kurang (dikurangi).
Dalam matematika dasar, Konsep ini sangat penting. Ini adalah konsep operasi hitung dalam matematika.
Untuk menyelesaikan operasi hitung matematika, harus mengikuti cara (konsep) Pipalanda dengan langkah-langkah sebagai berikut;
Dimulai dari perkalian, pembagian, penjumlahan, dan yang terakhir pengurangan. Jika dituliskan menjadi seperti ini; (x), (:), (+), (-).
Misal:
3 - 2 + 5 x 4 : 2 =
Untuk menjawab soal berikut, kita harus menggunakan konsep "Pi-Pa-Lan-Da"
= ((5 x 4) : 2) + 3 - 2
= (20 : 2) + 1
= 10 + 1
= 11
Konsep seperti ini, harus kita tanamkan kepada anak sejak usia SD/MI. Dan dipastikan anak-anak harus benar-benar paham konsep operasi hitung matematika dasar. Jika mereka sudah menguasai materi ini, bisa dipastikan akan mudah dalam belajar matematika. Pada jenjang yang lebih tinggi di atasnya. Bahkan sampai di bangku kuliah.
Satu lagi. Dan ini tidak kalah pentingnya. Hukumnya wajib. Tidak boleh ditawar. Sejak SD/MI anak-anak wajib hafal perkalian dan pembagian 1 hingga 9.
Jika tidak, maka anak-anak akan mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Dan itu menjadi salah satu penyebab rendahnya minat siswa terhadap pelajaran matematika.
Karena merasa kesulitan. Pikirannya tidak kuat lagi untuk diajak berfikir. Alias budek. Akhirnya anak-anak putus asa.
Tulisan ini saya buat, karena terinspirasi dari pengalaman saya mengajar matematika materi persamaan kuadrat di kelas 9, Senin, 11 September 2017. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pemfaktoran.
Saya penasaran. Dalam benak saya tersimpan banyak pertanyaan. Faktor apakah yang menjadi penyebab kesulitan siswa dalam belajar aljabar, persamaan kuadrat dan pemfaktoran. Kemudian, saya mengadakan tes lisan. Materi ujinya adalah perkalian dan pembagian.
Siswa di kelas tersebut, saya minta maju satu persatu urut berdasarkan absensi. Lalu saya beri pertanyaan perkalian dan pembagian, masing-masing lima butir soal. Jadi total ada sepuluh pertanyaan.
Dan ternyata, hasilnya cukup mengejutkan. Dari 35 anak dalam kelas tersebut. Hanya sekitar 5 anak yang bisa menjawab seluruh pertanyaan yang saya ajukan. Selebihnya, hanya bisa menjawab dua dan bahkan ada siswa yang belum bisa menjawab pertanyaan sama sekali. Artinya, siswa tersebut belum hafal perkalian dan pembagian.
Jika melihat permasalahan di atas. Siswa tidak hafal perkalian dan pembagian. Siswa juga belum faham konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Siapa yang disalahkan? Apakah Guru SD/MI?
Jika kita menyalahkan guru SD/MI, itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, masih ada peran yang sangat penting dalam keberhasilan seorang anak. Siapakah dia? Jawabannya adalah orang tua. Orang tua harus benar-benar ngopeni belajar anak pada waktu di rumah. Sebab, waktu balajar anak paling banyak adalah di rumah. 17 jam lamanya. Gurunya adalah orang tua itu sendiri.
Sementara anak belajar bersama guru di sekolah, hanya butuh waktu maksimal 7 jam saja. Dan yang siswa diopeni oleh guru bukan hanya satu. Tapi banyak. Tidak mungkin guru memperhatikan satu persatu dari seluruh siswa yang ada. Jadi kesimpulannya, dibutuhkan peran orang tua dan guru untuk keberhasilan seorang anak dalam belajar.
Tidak ada komentar