MENYIKAPI PERMENRISTEKDIKTI TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DOSEN DAN PROFESSOR
Oleh
Dian Fadhilawati, pemerhati pendidikan dan komunitas dosen mengajar.
Peraturan Kemenristek Dikti Nomor 20 Tahun 2017, dapat mengakibatkan bahwa dosen di PerguruanTinggi Negeri (PTN) atau perguruan tinggi swasta (PTS) dengan jabatan akademik Lektor Kepala atau Guru Besar tidak bisa nyenyak tidur. Karena mereka harus getol untuk melakukan penelitian dan publikasi karya ilmiah pada jurnal nasional terakreditasi atau internasional bereputasi tinggi agar tunjangan profesi dan kehormatan aman.
Sebagaimana penulis amati di dalam Peraturan Kemenristek Dikti Nomor 20 Tahun 2017, untuk mendapatkan tunjangan profesi dan kehormatan, dosen dengan Jabatan akademik Lektor Kepala harus menghasilkan paling sedikit
3 karya ilmiah
yang diterbitkan dalam jurnal nasional terakreditasi atau paling sedikit 1karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional,selain itu mereka harus menghasilkan buku atau paten atau karyaseni monumental,
sedangkan dosen dengan jabatan Guru Besar mereka dituntut untuk menerbitkan paling
sedikit 3 karya ilmiahyang diterbitkan dalam jurnal internasional atau 1 karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi, serta menghasilkan buku, paten atau karyaseni monumental.
Lebih lanjut , Mohammad
Nasir, Menteri Riset danPendidikanTinggi menyatakan bahwa evaluasi atas tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan professor akan dilakukan setiap tiga tahun sekali. Untuk pertama kali, evaluasi akan dilaksanakan pada bulan November 2017 dengan memperhitungkan karya ilmiah sejak tahun 2015. Apabila persyaratan itu tidak terpenuhi, pemerintah akan menghentikan sementara tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor.(Kompas, 31Januari
2017).
Peraturan
tersebut secara tidak langsung jelas bisa menjadi suatu peluang emas, tantangan
atau bahkan distorsi pskilogis bagi dosen khususnya bagi mereka dengan jabatan Lektor
Kepala atau Guru Besar. Bagi dosen yang memiliki semangat luar biasa untuk meneliti
dan menulis buku atau karya ilmiah, tentu hal ini akan merupakan suatu peluang emas
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,mengembangkan eksistensi dan keprofesionalismenya.Sebaliknya,
hal ini bisa merupakan suatu distorsi atau tekanan psikologis tersendiri bagi mereka
yang tidak mempunyai passion untuk meneliti
dan menulis . Lalu apa yang akan terjadi?
Dilihat dari sisi positive, peraturan pemerintah tersebut merupakan terobosan yang sangat bagus untuk meningkatkan kualitas dosen agar dapat sejajar dengan dosen-dosen dari negara lain. Karena kesuksesan sebuah PTN atau PTS bias diukur salah satunya dengan banyaknya luaran atau publikasi karya ilmiah dosen yang dimuat baik di jurnal nasional terakreditasi atau internasional bereprutasi misalnya berindex SCOPUS. Tentu saja dengan adanya semangat untuk melakukan penelitian dan publikasi jurnal ilmiah baik nasional atau internasional dari dosen-dosen di Indonesia diharapkan akan mampu member sumbangsih bagi kemajuan pendidikan di Indonesia
atau masyarakat
global.Tetapi kita juga harus waspada terhadap menjamurnya jurnal abal-abal, jangan sampai kita diodohi atau membodohi diri kita sendiri untuk mempublikasikan karya kita di jurnal abal-abal. Kita harus tahu benar mana jurnal yang bagus dan sesuai dengan bidang kita, jangan asal terbit cepat karena uang dengan embel-embel internasional dan berindex SCOPUS.
Seorang dosen harus meniliti,dan bias mempublikasikan hasil penelitiannya agar bermanfaat untuk masyarakat, oleh karena itu dosen juga wajib belajar menulis sesuai kaidah yang seharusnya tahap demi tahap, menjadikan menulis sebagai habit,
dan mengembangkan diri megikuti pelatihan-pelatihan penulisan karyai lmiah dari para expert
agar tulisan atau karyanya bias layak sebagai karya seorang dosen. Apalagi dosen dengan jabatan
Lektor Kepala dan Guru Besar.Tidak mau meneliti, tidak mau menulis, tidak mau publikasi
sama dengan tidak dapat tunjangan itu sudah resiko, kalau mau cair ya meneliti,
nulis dan publikasi. Menurut penulis himbauan pemerintah itu tidak hanya akan meningkatkan
kualitas dosen itu sendiri tapi juga akan mengangkat nama bangsa Indonesia di
mata pendidikan dunia. Seperti yang dilaporkan di kompas 31/1/17 pemerintah berharap
bisa meningkatkan jumlah karya ilmiah dosen dan peneliti Indonesia yang
dipublikasikan di jurnal internasional.
Pada tahun
2016, jumlah publikasi dosen dan peneliti Indonesia di jurnal internasional sekitar
10.000 publikasi. Jumlah tersebut relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah dosen,
peneliti, dan mahasiswa S-3 di Indonesia yang mencapaisekitar 150.000 pada tahun
2015. Pada tahun 2017ini, pemerintah mentargetkan
publikasi di jurnalinternasional naik menjadi 15.000 sampai 16.000 publikasi. Tetapi
bagaimna hasilnya kita tidak tahu apakah kebijakan pemerintah ini efektif atau tidak
kita lihat nanti pelaporan data berikutnya. Penulis berharap semoga pemerintah tidak
hanya menekankan pada target kuantitas tapi juga kualitas dari publikasi ,
untuk menjadi berkualitas dosen juga perlu dana dan sarana. Apalagi untuk dosen
yang bekerja di kampus kecil atau sedang berkembang dukungan pemerintah sangat diperlukan
untuk menjadikannya berkualitas.
Tidak ada komentar