MENANGKAL RADIKALISME DI PERGURUAN TINGGI UMUM
Tidak
dipungkiri bahwa problematika dunia kampus akhir-akhir semakin menggurita, di antara
permasalahan yang menjadi perhatian hampir semua perguruan tinggi di Indonesia
terutama Perguruan Tinggi Umum (PTU) adalah adanya radikalisasi pemikiran yang
berakibat kepada anarkisme, intoleransi bahkan kekerasan atas nama agama.
Peran kampus
terhadap radikalisasi sangat diharapkan, karena selain mampu membuka cakrawala
pemikiran mahasiswa di mana di usia ini sangat produktif untuk berkembang dalam
menerima informasi dan ideologi juga sangat membentuk karakter manusia yang
nasionalis tetapi tetap agamis. Kedua unsur ini harus dimiliki oleh setiap
warga negara Indonesia sebagai bentuk aplikasi dari kecintaan terhadap NKRI.
Indonesia
dengan sistem demokrasi yang bersifat terbuka namun tetap terarah menjadi basis
berkembangnya segala macam unsur, di antaranya ekonomi, politik, budaya bahkan
pemikiran. Salah satu fokus kajian tulisan ini adalah tentang bahaya pemikiran
radikalisasi yang berimbas kepada aktualisasi diri. Radikalisasi menurut kamus
besar bahasa Indonesia adalah sebuah paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial atau politik dengan cara kekerasan atau
drastis. Istilah tersebut telah mengalami transisi makna dan bahkan menjadi pemahaman
bersama bahwa radikal selalu disandingkan dengan pola beragama sehingga muncul
dalam term kita bahwa seseorang yang radikal selalu berkonotasi orang yang
beragama dengan membabi buta, ekstrim dan menyukai kekerasan.
Di universitas
di mana berkembangnya pemikiran dan ideologi menjadi wadah yang dapat
mengakomodir semua pemikiran termasuk faham-faham yang berhaluan radikal,
terbukti di beberapa kampus kita mendapati mahasiswa dengan pola beragama yang
masif dan meninggalkan nilai-nilai rasionalitas dalam berbuat sesuatu. Ini
membuktikan bahwa sikap kritis, rasional dan mengedepankan kedewasaan berfikir
tanpa meninggalkan nilai-nilai agamis semakin ditinggalkan karena term liberal,
kebarat-baratan selalu menjadi momok ketika seseorang melangkah keluar dari
zona ketidakbiasaan.
Satu contoh
kampus yang berupaya untuk menangkal radikalisme itu adalah Universitas Islam
“45” (UNISMA) Bekasi. Universitas ini merupakan kampus terbesar yang ada di
wilayah Bekasi dan sudah berkiprah serta eksis lebih dari 30 tahun yang lalu di
mana sangat membantu mencerdaskan umat terutama diwilayah Bekasi dan sekitarnya
salah satu contohnya. Peranan kampus dalam membentuk karakter umat sudah tidak
diragukan lagi mengingat usia yang sudah matang dengan pengalaman dari masa ke
masa. Kampus yang memiliki lebih dari 8 ribu mahasiswa saat ini sangat konsen
dan fokus dalam menangkal pemikiran-pemikiran yang membahayakan NKRI, terbukti
dengan program-programnya baik sifatnya formal dalam bentuk mata kuliah maupun
non formal yaitu dengan diselenggarakanya seminar-seminar, pelatihan-pelatihan
yang bertujuan memunculkan nilai-nilai patriotisme dalam diri mahasiswa
kedepan.
Beberapa
program yang menjadi fokus perhatian kampus adalah bagaimana membentuk
mahasiswa berkarakter Islami. Apapun jurusannya, bidang keahlian apapun yang
akan dikuasai oleh mahasiswa tetaplah terbangun sisi nilai-nilai tauhid
dalam dirinya. Ketika mahasiswa ekspert di bidang ilmu pengetahuan maka
bagaimana memunculkan ahli iptek yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
tauhid dalam perspektiif ilmu pengetahuan. Dengan cita-cita inilah maka
kampus-kampus umum seperti UNISMA “45” Bekasi membuat sebuah program yang
sangat intens dan serius yaitu program Karakter Kebangsaan dan Karakter Islami.
Kedua program ini menjadi acuan untuk mewujudkan manusia yang berakhlaq dan
beradab sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW ketika menerapkan pola kehidupan
dalam membangun masyarakat Madinah.
Karena
kegelisahan yang sama dialami oleh banyak kampus, terutama kampus yang memiliki
dosen agama Islam yang terbatas maka perlu adanya sebuah gerakan terkoordinir
dan terarah dalam membentuk radikalisasi pemikiran yang melanda di kampus-kampus
PTU. Di antara kegelisahan yang sama dialami beberapa dosen yang berafiliasi ke
NU-an di beberapa perguruan tinggi umum maka satu kesempatan tersebut
dimanfaatkan dengan membentuk sebuah wadah dalam upaya mengawal faham-faham
yang dapat merusak keutuhan NKRI melalui deklarasi PERSADA NU (Persatan Dosen
Pendidikan Agama Islam Nahdlatul Ulama). Salah satu harapan organisasi yang
baru lahir ini adalah mampu mengimbangi adanya gerakan-gerakan yang sangat
massif tentang pemikiran-pemikiran radikal yang berkembang di Indonesia.
Tentu
harapan ini dapat terwujud melalui kerjasama antar semua anggota PERSADA NU
tanpa kecuali, anggota yang terdiri dari dosen Pendidikan Agama Islam yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia memiliki komitmen yang tinggi dalam
mengawal ASWAJA NAHDLIYYAH sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing. Para
deklarator adalah orang-orang yang bertanggung jawab membina dan mengawal
PERSADA NU di setiap wilayah untuk terus eksis dan berjuang dalam mewujudkan
cita-cita mulia yaitu menciptakan dan mengembangkan kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibangun atas prinsip Islam Rahmatan
Lil Alamin sebagai solusi terhadap problematika nasional dan global. Semoga
Allah memberikan kekuatan kepada seluruh pejuang-pejuang agama ini dengan
kesabaran, keteguhan dan keistiqamahan.
Tidak ada komentar