LETAK KONTROVERSI FULL DAY SCHOOL
Oleh Dr. Muhammad Shohibul Itmam
Full day school (FDS) tidak sekedar kasihan dengan 75.000 madrasah diniyah dan 8 juta orang terkait, santri dan guru melainkan persoalan negara serius tidak mengatur pendidikan dengan anggaran yang efektif untuk mencetak generasi unggul.
Pendidikan bangsa ini sekarang amatlah mahal dan dibebankan kepada negara hampir sepenuhnya. Berbeda dengan era orde baru di mana banyak guru dan kyai serta santri berjuang belajar tanpa berharap banyak dari dukungan dana negara. Keihlasan kala itu telah melahirkan pemimpin sekarang yang berfikir perlunya memikirkan pendidikan diniyyah pesantren yang telah menempanya.
Berpijak posisi yang berkuasa maka semangat mengangkat guru dan kyai yang dulunya ihlas dengan memberi imbalan secukupnya berupa sertifikasi dst. Sesuatu untuk membahagiakan meskipun bukan diharapkan pihak diniyyah pesantren.
Setelah terbiasa menerima sertifikasi ternyata ada ketergantungan ekonomis pada dana negara, tidak sekuat di era orde baru. Secara bersamaan negara sedang dalam ekonomi yang cukup memprihatikan sehingga perlu penghematatan belanja negara dengan semua regulasinya. Persoalan kemudian muncul, pendidikan ini siapa komoditnya, peran maksimal siapa ?
Inilah awal FDS yg sebenarnya bisa dibilang terkait persoalan ekonomi negara. Satu anak sekiranya bisa terdidik dengan anggaran yang efektif kenap harus pemborosan. Saya bukan pendukung FDS dan bukan penentangnya. Ini persoalan ekonomi pendidikan Islam Indonesia yang sekarang harus diakui miskin dan terlalu tergantung pada negara tdk seperti era orde baru yang total mandiri bahkan berani berseberangan karena kemandirianya tsb.
Efesiensi anggaran negara ini mengakibatkan pilihan pertama, perlunya mmaksimalkan pendidik PNS atau menguji ulang kompetensi pendidik swasta yang terlanjur mnikmati fasilitas anggaran negara seperti pndidik PNS. Era sekarang memang era kompetisi kompetensi dalam regulasi dan kendali negara karena ketergantungan pada negara sekarang tidak hanya terjadi pada sekolah dan pendidik negeri tetapi merambah pada pndidik dan sekolah swasta.
Kontroversi FDS sebenarnya terletak pada kekuatan ekonomi dan kemandirian para pelaksana pendidikan negeri ini. FDS bukan masalah besar, melainkan masalah pemberdayaan mutu pendidikan nasional dengan kondisi yang belum menentu seperti sekarang. Ketidakjelasan ini karena berubahnya paradigma pendidikan pesantren diniyyah dulu kini dan mungkin mendatang.
Negara dalam posisi sulit antara mengembangkan potensi pendidik negeri atau mengurangi ketergantungan pendidik swasta pada negara. Negara dituntut hemat dan efesien dalam menggunakan anggaran negara untuk kepntingan publik.
Jangan menolak FDS dan jangan mendukung FDS karena keduanya bisa memperkeruh kondisi pendidikan nasional. Jalankan tugas kita dengan maksimal. Semangat memberi dan kurangi semangat berharap. Era sekarang adalah era kompetisi kompetensi.
Penulis adalah dosen IAIN Ponorogo.
Tidak ada komentar