CAKRAWALA KULIAH ONLINE: Menuju Kampus Islam “Merdeka Belajar” Sepenuhnya
Oleh Irham, Dosen Unisma Bekasi dan Peneliti Purisdiki
Merdeka Belajar
Sudah hampir 2 tahun Kementerian Pendidikan Indonesia meluncurkan program pendidikan tingkat perguruan tinggi yang disebut dengan “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” (MBKM). Berdasarkan situs kementerian, program ini diluncurkan pada 24 Januari 2020 dan kini Kementerian telah menyediakan buku pedoman untuk pengembangan MBKM di kampus.
Ada empat kebijakan utama dalam MBKM yang selanjutnya akan diterapkan oleh seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Kebijakan pertama adalah system akreditasi perguruan tinggi yang sebelumnya reakreditasi diberlakukan setiap lima tahun sekali, kini dapat dilakukan secara otomatis. Kedua adanya hak mahasiswa untuk belajar di luar program studi bahkan beberapa kesempatan dilaksanakan di luar kampus, setidaknya ada 3 semester. Ketiga, kampus mendapatkan kemudahan mendirikan program studi (otonomi) dan keempat kemudahan untuk bertransformasi dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH).
Keempat kebijakan tersebut yang secara langsung berkenaan dengan kepentingan mahasiswa adalah kebijakan tentang adanya hak mahasiswa belajar di luar program studi baik di dalam kampus ataupun di luar kampus. Kebijakan ini membuat peguruan tinggi termasuk kampus Islam untuk berbenah dengan merancang kembali atau mengembangkan kurikulumunya. Jika kita baca dari buku pedoman yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan, semangat dari kebijakan ini agar para mahasiswa memiliki kemampuan tambahan di luar kompetensi program studi, dan mahasiswa dapat bergaul lintas tradisi prodi dan keilmuan. Model belajar inter-multidisiplin keilmuan yang hendak dibangun dalam MBKM.
Sayangnya kampus Islam ketika menyikapi kebijakan ini ada yang masih gagap, dan ada yang cepat beradaptasi. Kebiasaan dengan linieritas disiplin ilmu terkadang yang menghambat pengembangan kurikulum MBKM, sehingga sulit menerima kurikulum yang benar-benar ke luar dari keprodian. Tulisan ini ingin menyodorkan satu cakrawala perkuliahan online yang selama ini masih kita pahami secara sederhana. Dengan cakrawala ini harapannya, kampus Islam menjadi melek, dan siap menyongsong program “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” secara sepenuhnya.
MOOC: Model Kuliah Online
Selama ini kita mengenal kuliah online (dalam jaringan)
masih secara sederhana, padahal di luar sana penyelenggaraan perkuliahan online
sudah sedemikian rupa perkembangannya. Secara internasional ada istilah khusus
yang digunakan untuk menyebut satu model perkuliahan online yaitu massive
online open courses selanjutnya disingkat dengan MOOC. Ada channel
youtube bagus yang suka membahas tentang hal ini yaitu Ekoji Channel milik pakar IT, yaitu Prof. Eko Indrajit. Secara
khusus yang membahas tentang perkembagan MOOC dapat ditemui pada seri ke 28
dalam channel tersebut, dan tulisan ini juga terinspirasi darinya.
Barangkali kita masih awam tentang MOOC sehingga dosen atau
mahasiswa belum mau mencobanya. Banyak yang menjadi alasan mengapa hanya
sedikit yang mencoba dan mengenalnya. Di antara alasan yang sudah mengenal tapi
tidak mencoba yaitu, karena biaya
tinggi, penggunaan bahasa asing dalam peruliahan, kemudian tidak diakui, sulit
mengintegrasikan ke kurikulum, dan masih banyak alasan lainnya. Mestinya alasan
tersebut tidak lagi menjadi masalah dengan adanya MBKM.
MOOC merupakan salah satu bentuk cara pembelajaran jarak jauh yang
umumnya diselenggarakan oleh kampus atau perguruan tinggi. Di luar negeri hal
ini sudah biasa, dan kita dapat mengikuti perkuliahannya tanpa kita pergi ke
negeri tersebut. Misalnya mengikuti kuliah online tentang antropologi di
Havard University tanpa pergi ke kampus tersebut.
MOOC sebagai sumberdaya pembelajaran untuk percepatan peningkatan
kualitas dan kuantitas pendidikan. MOOC dapat menyediakan empat kuadran yang
berbeda yaitu antara tempat sama, lokasi berbeda, waktu sama dan waktu berbeda.
Empat kuadran ini dapat disatukan dengan MOOC untuk melahirkan kualitas
pendidikan yang baik serta kuantitas yang baik pula. Pendidikan seperti ini
dapat dikatakan pendidikan terbuka.
MOOC memiliki prinsip yang menjadi paradigma dari pendidikan
terbuka yaitu open content, open courseware, dan open education. Open
content itu berisi semua dokumen, dokumentasi, paper, ebook, dll yang
bermanfaat untuk memperkaya bahan ajar. Kemudian open cousware berisi
berbagai materi ajar mata kuliah dan pengampu mata kuliah yang sama dapat saling
melengkapi materi ajar. Ketiga open education atau pendidikan terbuka
berisi bahan ajar yang lengkap untuk diajarkan dalam kurun waktu yang setara
dengan satu semester. Peserta mengikuti semua kegiatan pembelajaran sesuai
dengan waktu. Ada sertifikat yang diberikan setelah selesai mengikuti perkuliahan
sebagai bukti kelulusan.
Umumnya MOOC terbangun dari dua model. Pertama yang dibangun oleh
konsorsium perguruan tinggi dan kedua yang dibangun oleh industri. MOOC dari
perguruan tinggi misalnya EDX yang diselenggarakan oleh Kampus MIT, UC San
Diego, terus ada Future Learn yang didukung oleh Universitiy of Auckland dan
lainnya. Penulis sendiri pernah mencoba kuliah online di Future Learn
secara gratis satu mata kuliah tertentu, namun tidak sampai mendapatkan
sertifikat kelulusan. Ada dua skema yang ditawarkan, jika ingin mendapatkan sertifikat
kelulusan ketika selesai perkuliahan dan lulus ujian maka harus bayar dari
awal, namun jika hanya belajar saja tidak ingin mendapatkan sertifikat bisa
gratis.
Keuntungan MOOC yang seperti ini adalah perguruan tinggi dan industri
saling berpatner sehingga tersedia sumber daya manusia yang melimpah dan
pengembangan teknologi yang cepat. Perguruan tinggi yang ada di dalam
konsorsium ini semuanya adalah world class university, hampir -bahkan
tidak ada sama sekali- perguruan tinggi yang berkelas menengah bawah yang
menyelenggarakannya. Di luar negeri memang ada persyaratan hanya kampus yang
ternama, dalam istilah di sini seperti akreditasi A/ Unggul yang boleh
menyelenggarakan MOOC.
Di Indonesia juga ada dua model penyelenggaraan seperti di atas.
Model MOOC yang dikelola oleh perguruan tinggi sendiri biasanya untuk kampus
yang akreditasi A. Jadi program regular tetap berjalan kemudian program MOOC untuk
masyarakat secara umum. Sudah seharusnya penyelengaraan kuliah melalui MOOC ini
tetap diakui sebatas mampu mempertahankan kualitas yang baik. Standar itu yang
nantinya disebut dengan credit acknowledgments yang terdiri; pengakuan
kredit yang ditabung; pemindahan kredit yang diperoleh; tidak ada kredit yang
diperoleh, kecuali sertifikat/ untuk sertifikasi saja. Pengakuan ini tentu
tidak terlepas dari system penjaminan mutu yang baik, kualitas dosen atau
pengampu yang tidak diragukan lagi. Maka sangat logis kalau persyaratan MOOC ini
hanya untuk kampus yang sudah mapan atau dengan standar akreditasi A.
Program pembelajaran daring di Indonesia sebenarnya sudah
dikembangkan oleh Kemdikbud dengan bantuan-bantuan dana hibah. Namun program
tersebut sepertinya kurang begitu menarik perhatian oleh perguruan tinggi. Baru
setelah adanya covid-19 pembelajaran daring menjadi alternative secara massif
di perguruan tinggi, meski berjalan dengan seadanya. Perguruan tinggi Indonesia
yang sedari awal berdiri 1984 denagn platform pendidikan jarak jauh
adalah UT (universitas Terbuka).
Dalam konteks sekarang Kemdikbud sudah berupaya mengembangkan MOOC bekerjasama
dengan perusahan dan perguruan tinggi. Program yang saat ini diluncurkan adalah
pembelajaran darum (dari rumah) dan merdeka belajar. Pembelajaran daring di
Indonesia jenisnya sebenarnya sudah banyak di antaranya yaitu; Courser, Udemi,
IndonesiaX, eaX, MOOC, Universitas Terbuka, dan Sepada Indonesia. Sekali lagi
yang masih disayangkan yaitu belum banyak kampus yang mengenalnya atau sudah
mengenal tapi belum memanfaatkannya.
Merdeka Kuliah
Kebijakan MBKM menuntut perguruan tinggi untuk menata ulang
kurikulumnya, tak terkecuali kampus Islam. Setidaknya paling banyak tiga
semester kurikulum harus dirancang agar terbuka yang dapat dilaksanakan di luar
prodi maupun di luar kampus. Pada sisi ini sepertinya ada beberapa kampus Islam
yang belum melek dengan perkembangan perkuliahan jarak jauh yang diinisiasi
oleh Kemdikbud seperti Sepada Indonesia maupun MOOC yang diselenggarakan oleh
kampus luar negeri. Sehingga hal ini tidak menjadi bagian dari kurikulum MBKM
di kampus ketika melakukan penataan.
Penataan kurikulum dengan memasukkan agenda MBKM masih terjebak
linieritas, misalnya perkuliahan atau kegiatan di luar prodi atau kampus harus
searah dengan kompetensi prodi. Kemudian pengambilan kuliah di luar prodi
maupun di luar kampus masih dibatasi, misalnya hanya pada perguruan tinggi yang
bekerjasama saja yang boleh dijadikan tempat kuliah, dan masih banyak yang
lainnya. Jika masalah ini masih menyelimuti rancangan kurikulum MBKM di kampus,
maka semangat dari merdeka belajar itu belum terasa.
Adanya MBKM perlu disambut baik oleh kampus maupun oleh mahasiswa, karena dengan ini ada kemerdekaan dalam menentukan arah perkembangan kampus dan kreatifitas mahasiswa. Perkembangan MOOC yang sudah sedemikian rupa mestinya juga dapat menjadi perhatian oleh kampus dalam menata ulang kurikulumnya, sehingga kesempatan 3 semester mahasiswa kuliah di luar prodi dan luar kampus dapat dilaksanakan secara terbuka dan fleksibel. Bila perlu mahasiswa diarahkan mengambil perkuliahannya di luar negeri agar mendapat pengalaman lain untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa. Kapasitas mahasiswa yang tingi selanjutnya akan mempengaruhi performa perguruan tinggi. Kampus Islam harus cepat beradaptasi dengan MBKM dan tidak perlu ragu untuk berinovasi dengan sigap. Prinsip yang dapat dipegang dalam hal ini adalah selagi tidak ada larangan maka bebas untuk mencoba/ melaksanakan. Sementara prinsip satunya yang segera harus ditinggalkan, yakni “bertindak jika ada regulasinya, sehingga jika belum ada regulasi menjadi takut bergerak”. Dengan demikian merdeka kuliah dan kecepatan inovasi benar-benar akan terwujud.
Tulisan ini telah diterbitkan di Buletin al-Fatah Vol.11 No.2 Desember 2022, secara lengkap klik di sini
Tidak ada komentar