Perguruan Tinggi Swasta dan Kualitas Anak Negeri
Oleh Nurahmania, STKIP YAPIS DOMPU
Menurut Quacquarelli Symonds (QS) Asia University Rankings
2021, 5 dari 20 besar kampus terbaik di Indonesia adalah PTS. Kelima perguruan
tinggi tersebut adalah: Binus University, Telkom University, Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan
Universitas Islam Indonesia, yang jelas dari kualitas dan akreditasinya pun
tidak bisa dianggap remeh dan bahkan bersaing dengan
Masih banyak PTS di pelosok negeri yang kurang dari segi finansial contohnya
STKIP Yapis Dompu salah satu PTS yang ada di Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB).
Meskipun begitu, dari tenaga pengajar memiliki kualitas yang tidak kalah dari
PTS lain bahkan mampu berkiprah di dunia pendidikan Internasional. Kepala UPT
Pusat Bahasa, Ms, Diana Purwati, M.Ed (Tesol) dan Ketua Prodi Pendidikan Bahasa
Inggris, Nur Wahyuni, M.Pd, melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mitra
asing yang difasilitasi Kementrian Luar Negeri, kedua dosen tersebut mewarnai discusi
dengan pemikiran-pemikiran yang briliant untuk perbaikan pendidikan.
Astadi Pangarso, kandidat Doktor Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya, dan dosen Program Studi Administrasi Bisnis, Universitas
Telkom Bandung, yang dilansir dari situs sikula.id berpendapat
bahwa Hampir 70 persen mahasiswa Indonesia kuliah di perguruan tinggi swasta.
Namun, kualitas perguruan tinggi swasta masih di bawah perguruan tinggi negeri.
Sumber daya finansial merupakan masalah serius untuk menggaji dosen, staf
pendukung, overhead, dan membangun infrastruktur guna mendukung tata kelola
pengetahuan lembaga yang baik. Bila kampus swasta tetap mau hidup dan unggul
bersaing, harus mempersiapkan diri dengan cepat dan terencana agar mampu
menghasilkan inovasi yang mendukung kelanjutan bisnis pendidikannya.
Lantas bagaimana meningkatkan kualitas perguruan tinggi
swasta, tempat mayoritas mahasiswa Indonesia kuliah? Sebelum menjawab
pertanyaaan tersebut mari kita analisis masalah yang di hadapi oleh PTS di Asia
termasuk Indonesia menurut riset Asian Development Bank, yang di rangkum dari
situs sikula.id. Masalah tersebut
antara lain: (1) memperluas akses ke kampus swasta (meningkatkan jumlah mahasiswa,
menyediakan bangku kuliah bagi yang kurang mampu secara finansial dan
penyandang disabilitas), (2) kualitas perguruan tinggi swasta yang bervariasi,
(3) biaya tinggi di universitas swasta, dan (4) sulit mendapatkan dukungan dana.
Masih dari sikula.id secara
nasional, jumlah perguruan tinggi swasta (sekitar 3.000-an) jauh lebih banyak
ketimbang perguruan tinggi negeri (122). Dari 6,9 juta mahasiswa Indonesia,
yang kuliah di kampus negeri sekitar 32% (2,2 juta) dan di swasta 68% (4,7
juta). Universitas swasta meningkatkan partisipasi masyarakat memperoleh
pendidikan tinggi di tengah terbatasnya daya tampung kampus negeri. Memastikan
lulusan SMA dapat betul-betul memanfaatkaan bonus demografi , dengan memperluas
akses pendidikan tinggi. Peningkatan akses yang kini mendesak adalah menaikkan
akses bagi kelompok kurang mampu dan penyandang disabilitas. Namun, jika
perluasan akses ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas dari mahasiswa
itu sendiri dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah sarjana menganggur seperti
yang biasa kita jumpai sekarang ini.
Mayoritas universitas swasta kualitasnya masih di bawah
universitas negeri. Kemendikbud menyusun pemeringkatan kualitas perguruan
tinggi menjadi lima klaster berdasarkan kualitas sumber daya manusia, lembaga,
kegiatan mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, dan inovasi. Masalah
di atas membutuhkan solusi yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak.
Perguruan tinggi swasta tidak bisa dibiarkan sendirian berjuang mengatasi
masalah tersebut. Pemerintah punya peran penting sebagai pembuat regulasi dan
menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang kompetitif sekaligus bisa
berkembang.
Dikutip dari laman akupintar.id berdasarkan
artikel yang ditulis oleh Deni Purbowati tahun 2021. Menyatakan bahwa kualitas
pendidikan terlepas dari statusnya sebagai negeri atau swasta, lembaga
pendidikan mengantongi golongan akreditasinya masing-masing. Pada tingkat
perguruan tinggi, setiap jurusan atau prodi juga memiliki golongan akreditasi.
Misalnya, sebuah PTS berakreditasi B tentu lebih layak di pilih dibanding
Demikian pula halnya dengan
jurusan atau prodi, tetapi perlu dicatat, semakin baik akreditasi suatu lembaga
atau jurusan, semakin ketat pula persaingan masuknya. Di sinilah muncul
keyakinan tentang kualitas
Berdasarkan artikel Elisabeth Garnistia tahun 2021 di laman brainacademy.id, Perguruan tinggi
negeri biasanya memberlakukan biaya kuliah tunggal yang mengacu pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013
tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan
Tinggi Negeri. Isi dari peraturan BKT dan UKT menyatakan bahwa BKT merupakan
seluruh dari biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi
universitas negeri. Lalu untuk UKT disusun berdasarkan beberapa golongan untuk
menyesuaikan keadaan ekonomi dari pihak sebagai penyandang dana mahasiswa.
Intinya,
Menurut Prof Fathul Wahid (Rektor UII) dalam laman
bernasnews, ciri dari kualitas lulusan perguruan tinggi di masa depan adalah
berwatak luhur yakni religius dan nasionalis yang menghormati keberagaman dan
memiliki pemahaman lintas budaya. Selain itu, mahasiswa haruslah disiplin
terhadap ilmu, serta dapat beradaptasi terhadap perkembangan teknologi di era
globalisasi. Peran perguruan tinggi swasta untuk bangsa dan negara selama ini
luar biasa. Bahkan ketika negara belum hadir di setiap pelosok Nusantara, PTS
sudah hadir mencerdaskan anak bangsa.
Lalu bagaimana dengan kualitas anak Negeri ?. Mahasiswa
Meski lomba karya ilmiah yang diadakan oleh Faculty of
Accountancy, Universiti Teknologi MARA Kedah, Malaysia ini berbentuk virtual,
tetapi kelima mahasiswa tersebut berhasil meraih prestasi dengan
mempresentasikan “Innovation of Synthesis and Characterization for Curcuminoid
Nanoemulsion Temulawak”. Tidak hanya
Kerren bgt
BalasHapus