Pendidikan Islam Indonesia Wajib Menjaga dan Melanjutkan Peradaban
Oleh Irham Yuwanamu, Peneliti Purisdiki dan dosen Unisma Bekasi
Sejarah peradaban Islam sudah cukup maju. Munculnya berbagai macam disiplin ilmu itu menjadi bukti. Dalam mengkaji al Qur'an saja banyak disiplin ilmu yang lahir yang disebut dengan ulum al Qur'an (ilmu-ilmu untuk memahami al Qur'an) termasuk di dalamnya ada ilmu tafsir. Begitu juga hadits (ulum al hadits) isinya ada ilmu diroyah, riwayah, sabab al wurut, dan lainnya.
Berkembang juga ilmu akhlak, tasawuf, filsafat, tauhid, fiqh, usul fiqh sampai pada ilmu yang sifatnya empiris. Seperti Ibn Sina melahirkan banyak teori kedokteran. Ini peradaban yang sudah tumbuh ke atas.
Kalau kita umat Islam yang hidup di masa sekarang dan enggan membaca karya-karya dan tradisi keilmuan yang sudah terbangun berarti kita memutus tali peradaban itu. Karya intelektual itu seakan menjadi sia-sia dibangun.
Misalnya saja sekarang ada tren memahami al Qur'an dan hadits langsung fokus pada ayat al Qur'an dan haditsnya atau kalau tak paham bahasa Arab cukup melalui terjemahan. Dengan seperti itu menurutnya melepaskan dari taklid dan kembali langsung pada sumber aslinya yaitu al Qur'an dan hadits. Dari tren ini maka ulum al Qur'an dan ulum al hadist dan ilmu bantu lainnya tidak perlu dibaca. Begitulah faktanya.
Saya jadi sedih mengapa tren ini makin terus berkembang, bahkan para pengajar agama banyak yang lahir dengan metode yang sangat sederhana ini. Apakah masalahnya malas belajar atau tidak mampu, ingin instan saja atau yang lainnya?
Kalau cara belajar agama yang sederhana itu terus berkembang maka dengan sengaja memutus tali peradaban yang sudah terbangun. Bila demikian bisa jadi rumusan pemikiran yang dihasilkan antara lebih bagus atau lebih buruk kualitasnya. Tapi dugaan saya pasti lebih buruk. Ibaratnya membangun rumah tanpa skill pertukangan dan ilmu arsitektur, ya jadinya seadanya.
Dalam dunia akademik saja ada hukum wajib, apabila mau riset, membuat skripsi, tesis atau disertasi, menelisik penelitian terdahulu yang relevan supaya kerja riset kita tidak pengulangan yang pernah ada, atau plagiat. Maksudnya kita diminta untuk melanjutkan riset sebelumnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Itulah hemat saya kita wajib belajar ilmu-ilmu yang sudah berkembang dalam disiplin ilmu. Kalau tidak semuanya ya perdalam sepesialisasi keilmuannya saja. Misalnya mau ahli di bidang al Qur'an ya perlu menguasai ilmu-ilmu al Qur'an dan ilmu bantunya dan begitu seterusnya.
Dengan mengkaji ilmu-ilmu yang sudah ada kita bisa taklid (mengikuti pendapat yang ahli) atau kita mengembangkannya. Kalau tidak mampu berijtihad ya taklid (mengikuti) saja. Mengikuti kepada yang ahli itu lebih baik dari pada mengikuti pikiran sendiri atau pikiran orang lain yang tanpa dasar keilmuan.
Oleh karena itulah peran yang semestinya lembaga pendidikan agama Islam. Mengkaji warisan keilmuan terdahulu lalu mengembangkannya adalah menjadi misi utamanya. Di Indonesia lembaga pendidikan Islam bervariasi ada pondok pesantren, madrasah, sekolah Islam, dan perguruan tinggi Islam. Prinsip dasar di atas menurut hemat saya yang harus dipegang oleh semua lembaga pendidikan Islam.
Naif sekali kalau pendidikan Islam tidak / enggan mengkaji keilmuan keislaman yang sudah terbangun. Kalau demikian lembaga pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai sumber pemutus tali peradaban.
Tidak ada komentar