Bisakah Pendidikan Kita Bersaing Secara Internasional ?
Oleh Alya Rekha Anjani
Tidak
lagi bisa dimungkiri bahwa pendidikan adalah pondasi sebuah bangsa. Jika, ingin
memiliki bangsa yang berkualitas, serta memajukan negara di mata dunia,
pendidikan-lah modal utama yang wajib dimiliki bangsa. Di Indonesia sendiri,
berbagai sistem pendidikan telah diusung bahkan ada beberapa yang berhasil
diimplementasikan. Kenapa hanya beberapa? Ya, karena memang faktanya
menampakkan seperti itu.
Berdasarkan
data tentang kualitas pendidikan yang diadakan oleh Programme for
International Student Assesment (PISA), negara Indonesia menempati urutan
72 dari 77 negara. Sedangkan negara tetangga, Singapura berada di urutan 2
teratas, dan Malaysia urutan 56, karena sistem pendidikan yang dimiliki oleh
negara-negara tersebut lebih mumpuni dibanding Indonesia pastinya. Inilah salah
satu bukti hanya sebagian saja daerah di Indonesia yang memiliki sistem yang
bagus, sedangkan daerah lain masih kurang. Atau dengan kata lain, tidak meratanya
pendidikan di Indonesia dapat mengakibatkan kualitas pendidikan Indonesia yang
minim.
Misalnya
saja di Papua sendiri, salah satu daerah yang terbelakang dalam pendidikan
dibanding daerah-daerah Indonesia lainnya. Buktinya apa? Banyak dari mereka, rakyat
Papua, berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan di pulau Jawa. Terlepas banyak
tujuan yang ingin mereka gapai ketika berpendidikan di pulau Jawa, tapi, yang
pasti dikarenakan adanya perbedaan sistem pendidikan di Papua dengan Jawa.
Lagi-lagi perbedaan ini dilatar belakangi oleh tidak meratanya fasilitas, atau
komponen pendidikan lainnya di Papua.
Akibat
dari tidak meratanya fasilitas-fasilitas pendidikan inilah yang membuat bangsa
terbelakang di dunia pendidikan, dan pada akhirnya membuat negara Indonesia
berada pada urutan yang nyaris terendah di mata dunia. Ditambah lagi, wabah
COVID-19 yang tengah menjangkiti dunia saat ini, makin sulit saja rakyat
Indonesia mengenyam pendidikan di rumah saja, terutama Papua.
Mungkin,
masyarakat di pulau Jawa masih melek akan teknologi, dan masih bisa menikmati
pendidikan dengan fasilitas internet, ponsel pintar, laptop, bahkan menuntut
untuk diadakan sebuah platform belajar nasional selama di rumah untuk mendukung
belajarnya pada masa COVID-19. Tapi, pernahkah terlintas, di daerah-daerah
pedalaman Indonesia, macam Papua harus dengan cara seperti apa untuk memperoleh
pendidikannya?
Tepatnya
di pedalaman Papua, hampir 54 persen dari 608 ribu murid yang mengalami
kemuskilan untuk belajar saat COVID-19. Jika, di kota-kota besar, masih bisa
menggunakan internet untuk belajar atau melaksanakan PJJ (Pendidikan Jarak
Jauh), lain halnya dengan pedalaman di Papua. Di sana, jangankan internet,
listrik saja belum tersedia, jadi, gimana mau belajar?
Sangat
terlihat sekali kesenjangan fasilitas, infrastruktur antara kota dan pedalaman.
Inilah yang menjadi poin penting, jika, ingin pendidikan Indonesia maju. Harus
merata, jangan hanya terpusat. Masih sukur jika tidak ada kecemburuan sosial
dari rakyat Papua pada kota-kota besar lainnya. Maka, diperlukan pemerataan
pendidikan di Papua secara dini, jangan tunggu hingga timbul kecemburuan yang
berakhir konflik atas sebuah masalah yang pada dasarnya bisa ditanggulangi.
Melangkah cepat sebelum terlambat.
Bahkan,
tidak hanya fasilitas atau sarana dan prasarana seperti yang disebutkan di
atas. Tapi, perbedaan kurikulum. Sebagai contoh, pengakuan seorang mahasiswi
dari Papua yang mengikuti wisuda di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lisye
Elsina. Lisye, salah satu penerima Beasiswa Afirmasi Dikti yang berhasil lulus
dari Fakultas Kedokteran selama 7 semester saja dengan IPK 3,22. Ia mengaku
perjuangan dirinya mencapai itu semua tidaklah mudah.
Pada
tiga semeter pertama, Lisye mengalami kesulitan belajar bahkan merasa dirinya
seperti anak SD yang tersesat di Fakultas Kedokteran. Alasannya adalah karena,
kurikulum SMA-nya dulu belum membahas sejauh pembahasan yang tersemat dalam
kurikulum SMA di pulau Jawa. Di tempat asalnya, kurikulum SMA bisa dikatakan
setara dengan kurikulum SMP di Jawa atau malah lebih unggul SMP di Jawa.
Ditambah
lagi, para guru yang mengajar pun hanya memiliki kompetensi yang seadanya,
tidak ada tugas, tidak ada presentasi, apalagi mengetahui cara belajar mandiri,
mereka tidak diajarkan itu. Berbeda dengan Jawa yang lebih unggul dari segi
kurikulum, fasilitas, bahkan pengajar. Padahal, di era 4.0 ini, pengajar atau
guru, tidak lagi dituntut sebagai 'narasumber' utama dalam pembelajaran, tapi,
seorang murid yang harus mulai aktif, sedangkan, guru hanya diposisikan sebagai
fasilitator.
Melihat
segala permasalahan pendidikan di atas, tidak patut rasanya jika hanya
Kemendikbud yang bersalah, tapi, menteri-menteri lain. Karena, jika sudah
diadakan suatu unit sekolah, artinya, harus ada sarana untuk mengakses sekolah
itu, kemudian, penyediaan listrik, dan akses informasi juga. Jadi, para menteri
lain pun ikut andil dalam pemerataan pendidikan, tidak hanya menteri
pendidikan.
Memang,
sudah diadakan tim khusus oleh Kemendikbud yang dikabarkan melalui situs
resminya, untuk mempercepat pembangunan pendidikan di Papua dan Papua Barat
pada 23 September 2019. Tapi, tidak cukup sampai di situ, jika perlu, berikan
anggaran yang besar untuk pembangunan pendidikan itu, agar semakin cepat
meratanya pendidikan di pelosok-pelosok Papua, Indonesia. Bukankah investasi
untuk pendidikan tidak akan pernah merugi? Seluruh rakyat, terutama rakyat
Papua pasti menaruh harapan yang banyak terhadap usaha pemerataan yang digagas
oleh Kemendikbud ini.
Pemerintah
tidak bisa hanya fokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
tapi, fokus juga pada pemerataan kualitas itu di daerah-daerah terutama
pedalaman Indonesia. Karena, setiap warga negara memiliki hak untuk
berpendidikan. Ditambah lagi, jika, Indonesia sendiri memang ingin terangkat
kualitas pendidikan, dan SDM-nya di mata dunia, tidak bisa hanya fokus pada
satu daerah agar meningkat kualitas pendidikannya.
Tapi,
perlu sama rata, agar semakin banyak bangsa yang berpendidikan, maka, akan
semakin cepat kualitas pendidikan Indonesia terangkat bahkan melesat jauh
dibanding negara-negara tetangga. Ketahuilah, negeri ini tidak bisa maju dan
dibangun dengan hanya sekelompok, segelintir atau sebagian daerah saja, tapi,
perlu bersatu, bersama-sama.
Tidak ada komentar