Metode Pendidikan Pesantren
Oleh Alya Nurazika Lestari, Unisma Bekasi
Pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan Islam terdiri dari unsur yaitu Kyai / syekh /
ustadz yang mendidik serta mengajar, santri dengan asramanya, dan masjid.
Kegiatannya mencakup pengembangan keilmuan yang bermanfaat dan pengabdian
terhadap agama, masyarakat dan negara. santri juga di ajarkan untuk penghafal Al Qur’an
serta disiplin dan berakhlak mulia.
Metode pembelajaran di pesantren ada yang
bersifat tradisional dan Metode pembelajaran modern (tajdid). Metode
tradisional yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut
kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan.
Macam macam metode
tradisional:
1. Metode sorogan, yaitu
merupakan suatu metode yang biasa digunakan pondok pesantren pada zaman dahulu
yang santri nya berjumlah sedikit, dilakukan dengan cara guru
menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual, biasanya metode ini di
lakukan di Mushola, masjid atau terkadang di rumah-rumah.
Metode ini juga di khususkan untuk kelompok
santri pada tingkat rendah yaitu santri yang baru menguasai pembacaan al
Qur’an. Para pengajar di tuntut untuk menerapan metode sorogan ini
kepada santri dengan kesabaran dan keuletan, sedangkan Santri dituntut untuk
memiliki disiplin tinggi, metode ini kurang efektif dan efisien karna
membutuhkan waktu yang cukup lama.
2. Metode wetonan atau yang
disebut juga bandongan yaitu metode tradisional yang paling utama di
lingkungan pesantren. metode ini di lakukan dengan cara guru membaca,
menerjemahkan, menerangkan serta menelaah buku-buku Islam, sedangkan para
santri mendengarkan kemudian mencatat point point penting yang guru terangkan..
Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri
bersikap tidak aktif, karena santri hanya mendengarkan tidak dilatih
mengekspresikan daya kritisnya, metode ini juga santri bebas mengikuti
pelajaran karena tidak diabsen seperti biasanya.
3. Metode muhadharah yaitu metode latihan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa arab.
Kegiatan ini biasanya diwajibkan disetiap Pondok Pesantren kepada para
santrinya selama mereka di Pondok Pesantren. Metode ini untuk melatih
Percakapan antar sesama santri atau santri dengan ustadznya, kyainya pada waktu
tertentu. Pada metode ini guru memberikan kosa kata bahasa
arab atau bahasa inggris kepada santri untuk dihafalkan sedikit demi
sedikit, setelah banyaknya santri menguasai kosa kata tersebut, mereka
sudah diwajibkan untuk menggunakan bahasa arab dan inggris dalam
percakapan sehari-hari.
4. Metode hiwar atau
musyawarah,metode ini sama dengan metode diskusi yang biasa pada umumnya.
Bedanya metode ini dilaksanakan dalam rangka pendalamkan materi yang sudah di
kuasai santri. Metode ini berciri khas yaitu santri dan guru terlibat dalam
sebuah forum perdebatan untuk memyelesaikan masalah yang di perdebatkan.
5. Metode hafalan atau
tahfidz yang diterapkan di pesantren-pesantren, umumnya dipakai untuk
menghafalkan kitab-kitab tertentu atau juga sering juga dipakai untuk
menghafalkan Al-Qur’an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan.
Dalam metode hafalan para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan
tertentu dalam jangka aktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian
di “setorkan” dihadapan kyai atau ustadznya secara priodik atau insidental
tergantung kepada petunjuk sebelumnya. Dengan metode ini santri mampu
mengucapkan atau melafalkan sekumpulan materi pembelajaran secara lancar dengan
tanpa melihat atau membaca teks.
6. Metode Halaqoh, dikenal
juga dengan istilah munazaharah, Sistem ini merupakan diskusi untuk memahami
isi kitab , bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang
diajarkanoleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oeh kitab.
Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara murid atau
santri membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau
masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning.
7. Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni
metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan
memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak
diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah atau madrasah.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti
pola tradisional, yaitu model sorogan dan model bandongan. Baik dengan model
sorogan maupun bandongan keduanya dilakukan dengan pembacaan kitab yang dimulai
dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan analisis gramatikal, peninjauan
morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan penerjemah, bukanlah
sekadar membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-pandangan
(interpretasi) pribadi, baik mengenai isi maupun bahasanya. Kedua model pengajaran
ini oleh sementara pakar pendidikan dianggap statis dan tradisional.
Secara teknis, model sorogan bersifat
individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa
kitab yang akan dipelajari. Sedangkan model bandongan (weton) lebih bersifat
pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadwal.
Tidak ada komentar