Masalah-masalah Pendidikan Agama Islam
Oleh Amalia Ghina
Pada era milenial ini orang sudah berorientasi pada materialism. Mereka beranggapan bahwa seolah-olah pelajaran agama tidak memberikan peluang masa depan yang baik dan cerah. Sehinga mereka sering menyepelekan betapa pentingnya agama bagi dirinya sendiri dan masa depan. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga sangat mempengaruhi pendidikan yang sedang berjalan.
Pada era milenial ini orang sudah berorientasi pada materialism. Mereka beranggapan bahwa seolah-olah pelajaran agama tidak memberikan peluang masa depan yang baik dan cerah. Sehinga mereka sering menyepelekan betapa pentingnya agama bagi dirinya sendiri dan masa depan. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga sangat mempengaruhi pendidikan yang sedang berjalan.
Sebagian sekolah sudah ada
yang menerapkan system internasional. Tak sedikit pula para orang tua yang
menyekolahkan anaknya disekolah terbaik. Seiring berjalannya para orang tua
tersebut seolah-olah lupa betapa pentingnya agama dalam kehidupan, masa depan
anak, dan tentunya kehidupan dunia akhirat. Mereka hanya melihat dari sisi kualitas
sekolah yang baik mengembangkan dalam kemampuan intelektual saja dan tidak
terlalu memikirkan masalah agamis. Belum banyaknya minat orang tua untuk
menyekolahkan anaknya disekolah Islam, karena mereka berfikir kurang cerah masa
depan jika bersekolah di sekolah Islam tersebut.
Pendidikan Islam menjadi
satu dalam system pendidikan nasional, tetapi predikat keterbelakangan atau
kemunduran tetap melekat padanya, bahkan pendidikan Islam sering dinobatkan
hanya untuk kepentingan orang-orang yang tidak mampu atau miskin, memproduk
orang yang eksklusif, fanatic, dan bahkan pada tingkah yang sangat menyedihkan
yaitu terorisme pun dianggap berasal dari lembaga pendidikan Islam dianggap
sebagai tempat berasalnya kelompok tersebut.
Ketertinggalan pendidikan
agama Islam salah satunya juga disebabkan oleh terjadi penyempitan terhadap
pemahaman agama Islam yang hanya tahu aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah
dengan kehidupan duniawi, atau juga aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan
kehidupan jasmani.
Terjadinya pemilahan-pemilahan
antara ilmu umum dan ilmu agama inilah yang membawa umat Islam kepada
keterbelakangan dan kemunduran peradaban, lantaran karena ilmu-ilmu umum
dianggap sesuatu yang berada diluar Islam dan berasal dari non-Islam atau the
other, bahkan sering ditentang antara agama dan ilmu. (Dalam hal sains ini).
Agama dianggap tidak ada
kaitannya dengan ilmu, begitu juga ilmu dianggap tidak memperdulikan agama.
Begitulah gambaran praktik kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah air
sekarang ini dengan berbagai dampak negative yang ditimbulkan dan dirasakan oleh
masyarakat.
Pendidikan Islam juga
dihadapkan dan terperangkap pada persoalan yang sama, bahkan apabila diamati
dan kemudian disimpulkan pendidikan Islam terkukung dalam kemunduran,
keterbelakangan, ketidak berdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana yang dialami
oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan degan mereka yang
non-Islam.
Pendidikan Islam terjebak
dalam lingkaran yang tak kunjung selesai, yaitu persoalan tuntutan kualitas,
relevansi dengan kebutuhan, perubahan zaman, dan bahkan pendidikan apabila
diberi embel-embel Islam, dianggap berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan,
meskipun sekarang secara berangsur-angsur banyak diantara lembaga pendidikan
Islam yang telah menunjukkan kemajuan.
Tetapi pendidikan Islam
dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua dalam system pendidikan
nasional di Indonesia. Dalam Undang-Undang system pendidikan nasional
menyebutkan pendidikan Islam merupakan sub-sistem pendidikan nasional.
Hal ini, merupakan suatu
kenyataan yang selama ini dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, muncul tuntutan masyarakat sebagai pengguna pendidikan Islam
agar ada upaya penataan dan modernisasi system dan proses pendidikan Islam agar
menjadi pendidikan yang bermutu, relevan, dan mampu menjawab perubahan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Dengan demikian, penataan
model, system dan proses pendidikan Islam di Indonesia merupakan suatu yang
tidak terelakkan, untuk menjawab permintaan dari arus globalisai yang tidak
dapat dibendung lagi dan menjawab predikat keterbelakangan dan kemunduran yang
selalu melekat pada pendidikan Islam.
Strategi pengembangan
pendidikan Islam hendaknya dipilih dari kegiatan pendidikan yang paling
mendesak, berposisi senteral yang akan menjadi moral dasar untuk usaha penataan
dan pengembangan selanjutnya. Katakan saja, perubahan paradigma, visi, misi,
tujuan, dana dan sampai pada program-program pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan dalam negeri ini, seperti perubahan kurikulum
pendidikan secara terarah dan berlanjut agar dapat megikuti perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Untuk mengembangkan
kepribadian Islam, paling tidak ada langkah yang harus di tempuh, sebagaimana
yang dicontohkan Rasulullah SAW:
- Menanamkan
aqidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori
aqidah tersebut yaitu sebagai aqidah aqliyyah: aqidah yang muncul dari
proses pemikiran yang mendalam.
- Menanamkan
sikap konsisten dan istiqamah pada orang yang sudah memiliki aqidah Islam
agar cara berfikir dan berperilakunya tetap berada di atas pondasi aqidah
yang diyakininya.
- Mengembangkan kepribadian Islam
yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk
bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqafah islamiyyah dan
mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.
Kondisi sekarang ini, pendidikan Islam berada pada posisi
determinisme historic dan realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi umat Islam
berada pada romantisme historis di mana mereka bangga karena pernah memiliki
pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan besar dan mempunyai kontribusi yang besar
pula bagi pembangunan peradaban dan ilmu pengetahuan dunia serta manjadi
transmisi bagi khazanah Yunani, namun di sisi lain mereka menghadapi sebuah
kenyataan, bahwa pendidikan Islam tidak berdaya dihadapkan kepada realitas
masyarakat industry dan teknologi modern.
Hal ini pun didukung dengan pandangan sebagian umat Islam yang
kurang meminati ilmu-ilmu umum dan bahkan sampai pada tingkat diharamkan. Hal
ini berdampak pada pembelajaran dalam system pendidikan Islam yang masih
berkutat apa yang oleh Muhammad Abed al-Jabiri, pemikir asal Maroko sebagai
epistemology bayani atau dalam bahasa Amin Abdullah disebut dengan hadharah
an-nashsh (budaya agama yang semata-mata mengacu pada teks) dimana pendidikan
hanya bergelut dengan setumpuk teks-teks keagamaan yang sebagian besar
berbicara tentang permasalahan fikih semata.
System pendidikan Islam yang ada hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama
saja. Di sisi lain, generasi muslim yang menempuh pendidikan di luar system
pendidikan Islam hanya mendapatkan porsi kecil dalam hal pendidikan Islam atau
bahkan sama sekali tidak mendapatkan ilmu-ilmu keislaman.
Tidak ada komentar