Wajah Magister PAI di PTKI
Oleh Jejen Musdah, UIN Jakarta
Hasil riset tentang Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) negeri dan swasta tahun 2018 yang dilakukan oleh Puslitbang Penda menunjukkan hasil yang belum memuaskan.
Beberapa Prodi sudah memiliki fasilitas yang baik dan menunjukkan kinerja yang sangat memuaskan sehingga memperoleh akreditasi A, tetapi sebagian dan pada umumnya memiliki kelemahan yang hampir sama dalam aspek tertentu.
Setiap Prodi memiliki kelemahan dan kekuatan masing-masing, negeri atau swasta, baik yang berada di pascasarjana atau di fakultas. Prodi yang sudah terakreditasi A apalagi yang B, belum tentu telah menunjukkan kinerja maksimal. Berikut ringkasan kelemahan Prodi Magister PAI di Indonesia secara umum.
Pertama minat mahasiswa. Jumlah Prodi Magister PAI meningkat setiap tahun. Demikian pula dengan jumlah mahasiswanya. Faktornya biaya yang terjangkau, sapras memadai, kepercayaan publik, pola pikir maju, tuntutan pekerjaan, dan kualitas dosen.
Secara kuantitas Prodi PAI sangat bagus tetapi secara kualitas perlu diperbaiki dan mendapat perhatian bersama. Misal, kemampuan bahasa asing, kemampuan meneliti, dan kemampuan menulis. Tidak semua Prodi menerapkan kewajiban skor TOEFL dan TOAFL dan jurnal ilmiah sebelum mahasiswa lulus atau ujian tesis.
Jika standar bahasa asing diterapkan sebagai syarat penerimaan mahasiswa baru, maka kemungkinan mahasiswa Magister PAI akan sedikit; jika ia diterapkan sebagai syarat kelulusan, maka tingkat kelulusan tepat waktu akan sulit, bahkan mungkin sebagian tidak akan lulus.
Kedua kinerja pembelajaran. Kurikulum dan metode pembelajaran Prodi PAI sudah standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Hanya saja hasilnya belum maksimal mendorong keterampilan menulis dan meneliti mahasiswa. Misal, tugas menulis makalah dan review buku asing. Padahal, lulusan magister PAI itu profil utamanya sebagai peneliti dalam bidang pendidikan Islam.
Seharusnya, tugas-tugas ini melatih keterampilan menulis mahasiswa secara maksimal, tetapi kenyataannya mahasiswa masih mengalami kesulitan menulis. Tesis misalnya. Padahal, mahasiswa selama tiga semester, dan hampir pada setiap mata kuliah, tugasnya menulis makalah—presentasi, Ujian Tengah Semester (UTS), maupun Ujian Akhir Semester (UAS).
Ketiga kinerja penelitian. Penelitian dosen terkendala dana. Dana penelitian bersifat kompetitif, yakni terbatas melalui penilaian proposal. Jumlah dana yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah dosen magister. Meskipun bukan satu-satunya faktor, para dosen menyebut dana menjadi kendala utama pengembangan penelitian.
Penelitian dosen dalam bentuk buku dan artikel jurnal juga lemah. Dosen tidak menulis sendiri buku yang sesuai dengan mata kuliah yang diampunya. Jumlah artikel di jurnal terakreditasi sedikit, apalagi di jurnal internasional. Banyak dosen terhenti di golongan IV C karena kendala jurnal internasional atau terindeks schopus. Dosen hanya menulis artikel untuk kepentingan kenaikan pangkat, bukan penyebaran ilmu.
Keempat S2 di fakultas. Sejak kurang lebih sepuluh tahun terakhir, Prodi Magister yang sesuai dengan Prodi S1 tidak lagi terpisah dengan fakultas. Bahkan, S3 sudah ada di fakultas. Sebelumnya, Prodi S2 dan S3 di PTKI berada di program atau sekolah pascasarjana.
Perlu dikritisi, Prodi S2 dan S3 Kajian Islam misalnya, tetapi memiliki banyak konsentrasi seperti Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Agama Islam, Manajemen Pendidikan Islam, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ahwalus Syakhsiyah, Kesehatan, dan seterusnya. Padahal, di S1, konsentrasi tersebut merupakan Prodi atau jurusan.
Belum semua PTKI meletakkan S2 dan S3 di fakultas, hanya sebagian kecil. Mayoritas masih bergabung di pascasarjana. Ada yang dalam bentuk Prodi, dan ada juga dalam bentuk konsentrasi. Apakah berada di pascasarjana atau di fakultas, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Demikianlah, pekerjaan rumah Prodi Magister PAI di PTKI tidaklah ringan. Perlu kerja keras dan kerja sama banyak pihak. Misal, secara tuntutan akreditasi, jumlah penelitian dan buku dosen Prodi memadai, tetapi secara kinerja individu dosen belum. Karya-karya hanya dihasilkan oleh dosen tertentu, tidak merata.
Solusi
Menjawab kelemahan Prodi Magister PAI sebagaimana dijelaskan sebelumnya, usulan berikut bisa dipertimbangkan pihak-pihak terkait. Pertama, tidak bergantung dengan dana riset kampus atau Kementerian Agama. Dosen bisa membimbing tesis mahasiswa secara sungguh-sungguh sehingga hasilnya layak dipublikasikan. Dalam bentuk buku atau artikel jurnal.
Kedua, menyiapkan topik dan proposal penelitian secara serius dan jauh hari sehingga bisa lulus seleksi. Meski ada indikasi kolusi, proposal yang sangat bagus mungkin akan lulus seleksi.
Ketiga, hanya menerima calon mahasiswa dengan skor TOEFL minimal 400 atau 450. Kebijakan skor TOEFL 450 sebelum ujian tesis sangat memberatkan jika saat seleksi menerima mahasiswa dengan skor TOEFL di bawah 400. Demikian juga dengan TOAFL bagi calon mahasiswa Magister PAI merupakan syarat mutlak.
Dalam hal mahasiswa sudah selesai tesis, hanya menunggu skor TOEFL mencapai target, sementara tetap wajib membayar uang semesteran secara penuh, rasanya tidak wajar dan tidak adil. Diperlukan kebijakan rektor yang lebih rasional dan tidak terkesan komersil.
Kecuali itu, selain bahasa Inggris, sesungguhnya mahasiswa Magister PAI harus menguasai bahasa Arab karena sumber utamanya yaitu Alquran dan hadits tertulis dalam bahasa arab. Dengan demikian mahasiswa mampu merujuk pada kitab tafsir, hadits, fiqih, akidah, akhlak, sejarah, langsung pada kitab aslinya, bukan buku hasil terjemahan.
Keempat, melatih keterampilan menulis mahasiswa melalui tugas makalah secara serius. Makalah mahasiswa dikritisi secara serius, khususnya aspek substansi, sehingga mahasiswa memahami dan memperbaikinya.
Makalah tidak hanya dipresentasikan dan didiskuaikan di depan kelas, tetapi diberikan masukan secara substantive—disamping teknis. Dijelaskan di mana kelemahan dan bagaimana cara memperbaikinya.
Kelima, lokakarya penyusunan kurikulum Prodi PAI. Mencakup visi, misi, profil lulusan, silabus, Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Komitmen dosen dalam menyiapkan silabus dan RPS pra lokakarya, mengikuti kegiatan ini sampai tersusun dokumen kurikulum Prodi menjadi kunci. Tanpa komitmen dan kerjasama dosen, Prodi Magister PAI tidak akan memiliki dokumen kurikulum yang standar.
Seringkali lokakarya kurikulum tidak menghasilkan dokumen kurikulum yang standar. Di antaranya karena komitmen dan kerjasama dosen yang lemah.
Pihak dekanat, bisa memberikan dukungan dalam hal fasilitasi Kaprodi dan Sekprodi dalam pertemuan Asosiasi Prodi PAI, yang diselenggarakan setahun minimal sekali. Di dalam kegiatan ini, salah satu agendanya adalah merumuskan profil dan luaran Prodi Magister PAI.
Keenam, Prodi S2 dan S3 di fakultas. Model ini menunjukkan linieritas keilmuan. Bisa menghindari pemakaian dosen yang bukan dari Prodi PAI kecuali mata kuliah tertentu yang lintas Prodi. Misal, statistik dan metodologi penelitian. Pada saat sistem cash and carry bisa jadi dosen lintas Prodi ini menjadi masalah karena semua berminat mengajar, tetapi setelah kebijakan remunerasi, bisa jadi hanya dosen terkait Prodi yang bersedia mengajar. Bahkan kadang dosen Prodi sendiri tidak bersedia mengajar—dengan berbagai alasan.
Perlu diingat, standar akademik S2 dan S3 di fakultas harus sama dengan pascasarjana di PTKI yang sama. Tidak elok, masing-masing memiliki standar akademik sendiri-sendiri. Maka, struktur direktur pada pascasarjana dan dekan di fakultas, yang sama-sama menaungi S2 dan S3 perlu dikaji ulang. Atau kebijakan Kemenagnya yang perlu dikaji.
Misal, mengapa kegiatan pascasarjana di Kementerian Agama, hanya melibatkan direktur, tetapi tidak melibatkan dekan atau Kaprodi S2 dan S3 di bawah fakultas. Padahal, de facto beberapa PTKI sudah menempatkan S2 dan S3 monodisiplin di fakultas.
Demikianlah, saran untuk aneka masalah Magister PAI di PTKI. Semoga hal ini menjadi pemantik pemegang kebijakan untuk menyusun regulasi yang tepat, dan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dengan demikian, tidak hanya kuantitas, kualitas Prodi Magister PAI bisa dibanggakan.
Hasil riset tentang Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) negeri dan swasta tahun 2018 yang dilakukan oleh Puslitbang Penda menunjukkan hasil yang belum memuaskan.
Beberapa Prodi sudah memiliki fasilitas yang baik dan menunjukkan kinerja yang sangat memuaskan sehingga memperoleh akreditasi A, tetapi sebagian dan pada umumnya memiliki kelemahan yang hampir sama dalam aspek tertentu.
Setiap Prodi memiliki kelemahan dan kekuatan masing-masing, negeri atau swasta, baik yang berada di pascasarjana atau di fakultas. Prodi yang sudah terakreditasi A apalagi yang B, belum tentu telah menunjukkan kinerja maksimal. Berikut ringkasan kelemahan Prodi Magister PAI di Indonesia secara umum.
Pertama minat mahasiswa. Jumlah Prodi Magister PAI meningkat setiap tahun. Demikian pula dengan jumlah mahasiswanya. Faktornya biaya yang terjangkau, sapras memadai, kepercayaan publik, pola pikir maju, tuntutan pekerjaan, dan kualitas dosen.
Secara kuantitas Prodi PAI sangat bagus tetapi secara kualitas perlu diperbaiki dan mendapat perhatian bersama. Misal, kemampuan bahasa asing, kemampuan meneliti, dan kemampuan menulis. Tidak semua Prodi menerapkan kewajiban skor TOEFL dan TOAFL dan jurnal ilmiah sebelum mahasiswa lulus atau ujian tesis.
Jika standar bahasa asing diterapkan sebagai syarat penerimaan mahasiswa baru, maka kemungkinan mahasiswa Magister PAI akan sedikit; jika ia diterapkan sebagai syarat kelulusan, maka tingkat kelulusan tepat waktu akan sulit, bahkan mungkin sebagian tidak akan lulus.
Kedua kinerja pembelajaran. Kurikulum dan metode pembelajaran Prodi PAI sudah standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Hanya saja hasilnya belum maksimal mendorong keterampilan menulis dan meneliti mahasiswa. Misal, tugas menulis makalah dan review buku asing. Padahal, lulusan magister PAI itu profil utamanya sebagai peneliti dalam bidang pendidikan Islam.
Seharusnya, tugas-tugas ini melatih keterampilan menulis mahasiswa secara maksimal, tetapi kenyataannya mahasiswa masih mengalami kesulitan menulis. Tesis misalnya. Padahal, mahasiswa selama tiga semester, dan hampir pada setiap mata kuliah, tugasnya menulis makalah—presentasi, Ujian Tengah Semester (UTS), maupun Ujian Akhir Semester (UAS).
Ketiga kinerja penelitian. Penelitian dosen terkendala dana. Dana penelitian bersifat kompetitif, yakni terbatas melalui penilaian proposal. Jumlah dana yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah dosen magister. Meskipun bukan satu-satunya faktor, para dosen menyebut dana menjadi kendala utama pengembangan penelitian.
Penelitian dosen dalam bentuk buku dan artikel jurnal juga lemah. Dosen tidak menulis sendiri buku yang sesuai dengan mata kuliah yang diampunya. Jumlah artikel di jurnal terakreditasi sedikit, apalagi di jurnal internasional. Banyak dosen terhenti di golongan IV C karena kendala jurnal internasional atau terindeks schopus. Dosen hanya menulis artikel untuk kepentingan kenaikan pangkat, bukan penyebaran ilmu.
Keempat S2 di fakultas. Sejak kurang lebih sepuluh tahun terakhir, Prodi Magister yang sesuai dengan Prodi S1 tidak lagi terpisah dengan fakultas. Bahkan, S3 sudah ada di fakultas. Sebelumnya, Prodi S2 dan S3 di PTKI berada di program atau sekolah pascasarjana.
Perlu dikritisi, Prodi S2 dan S3 Kajian Islam misalnya, tetapi memiliki banyak konsentrasi seperti Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Agama Islam, Manajemen Pendidikan Islam, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ahwalus Syakhsiyah, Kesehatan, dan seterusnya. Padahal, di S1, konsentrasi tersebut merupakan Prodi atau jurusan.
Belum semua PTKI meletakkan S2 dan S3 di fakultas, hanya sebagian kecil. Mayoritas masih bergabung di pascasarjana. Ada yang dalam bentuk Prodi, dan ada juga dalam bentuk konsentrasi. Apakah berada di pascasarjana atau di fakultas, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Demikianlah, pekerjaan rumah Prodi Magister PAI di PTKI tidaklah ringan. Perlu kerja keras dan kerja sama banyak pihak. Misal, secara tuntutan akreditasi, jumlah penelitian dan buku dosen Prodi memadai, tetapi secara kinerja individu dosen belum. Karya-karya hanya dihasilkan oleh dosen tertentu, tidak merata.
Solusi
Menjawab kelemahan Prodi Magister PAI sebagaimana dijelaskan sebelumnya, usulan berikut bisa dipertimbangkan pihak-pihak terkait. Pertama, tidak bergantung dengan dana riset kampus atau Kementerian Agama. Dosen bisa membimbing tesis mahasiswa secara sungguh-sungguh sehingga hasilnya layak dipublikasikan. Dalam bentuk buku atau artikel jurnal.
Kedua, menyiapkan topik dan proposal penelitian secara serius dan jauh hari sehingga bisa lulus seleksi. Meski ada indikasi kolusi, proposal yang sangat bagus mungkin akan lulus seleksi.
Ketiga, hanya menerima calon mahasiswa dengan skor TOEFL minimal 400 atau 450. Kebijakan skor TOEFL 450 sebelum ujian tesis sangat memberatkan jika saat seleksi menerima mahasiswa dengan skor TOEFL di bawah 400. Demikian juga dengan TOAFL bagi calon mahasiswa Magister PAI merupakan syarat mutlak.
Dalam hal mahasiswa sudah selesai tesis, hanya menunggu skor TOEFL mencapai target, sementara tetap wajib membayar uang semesteran secara penuh, rasanya tidak wajar dan tidak adil. Diperlukan kebijakan rektor yang lebih rasional dan tidak terkesan komersil.
Kecuali itu, selain bahasa Inggris, sesungguhnya mahasiswa Magister PAI harus menguasai bahasa Arab karena sumber utamanya yaitu Alquran dan hadits tertulis dalam bahasa arab. Dengan demikian mahasiswa mampu merujuk pada kitab tafsir, hadits, fiqih, akidah, akhlak, sejarah, langsung pada kitab aslinya, bukan buku hasil terjemahan.
Keempat, melatih keterampilan menulis mahasiswa melalui tugas makalah secara serius. Makalah mahasiswa dikritisi secara serius, khususnya aspek substansi, sehingga mahasiswa memahami dan memperbaikinya.
Makalah tidak hanya dipresentasikan dan didiskuaikan di depan kelas, tetapi diberikan masukan secara substantive—disamping teknis. Dijelaskan di mana kelemahan dan bagaimana cara memperbaikinya.
Kelima, lokakarya penyusunan kurikulum Prodi PAI. Mencakup visi, misi, profil lulusan, silabus, Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Komitmen dosen dalam menyiapkan silabus dan RPS pra lokakarya, mengikuti kegiatan ini sampai tersusun dokumen kurikulum Prodi menjadi kunci. Tanpa komitmen dan kerjasama dosen, Prodi Magister PAI tidak akan memiliki dokumen kurikulum yang standar.
Seringkali lokakarya kurikulum tidak menghasilkan dokumen kurikulum yang standar. Di antaranya karena komitmen dan kerjasama dosen yang lemah.
Pihak dekanat, bisa memberikan dukungan dalam hal fasilitasi Kaprodi dan Sekprodi dalam pertemuan Asosiasi Prodi PAI, yang diselenggarakan setahun minimal sekali. Di dalam kegiatan ini, salah satu agendanya adalah merumuskan profil dan luaran Prodi Magister PAI.
Keenam, Prodi S2 dan S3 di fakultas. Model ini menunjukkan linieritas keilmuan. Bisa menghindari pemakaian dosen yang bukan dari Prodi PAI kecuali mata kuliah tertentu yang lintas Prodi. Misal, statistik dan metodologi penelitian. Pada saat sistem cash and carry bisa jadi dosen lintas Prodi ini menjadi masalah karena semua berminat mengajar, tetapi setelah kebijakan remunerasi, bisa jadi hanya dosen terkait Prodi yang bersedia mengajar. Bahkan kadang dosen Prodi sendiri tidak bersedia mengajar—dengan berbagai alasan.
Perlu diingat, standar akademik S2 dan S3 di fakultas harus sama dengan pascasarjana di PTKI yang sama. Tidak elok, masing-masing memiliki standar akademik sendiri-sendiri. Maka, struktur direktur pada pascasarjana dan dekan di fakultas, yang sama-sama menaungi S2 dan S3 perlu dikaji ulang. Atau kebijakan Kemenagnya yang perlu dikaji.
Misal, mengapa kegiatan pascasarjana di Kementerian Agama, hanya melibatkan direktur, tetapi tidak melibatkan dekan atau Kaprodi S2 dan S3 di bawah fakultas. Padahal, de facto beberapa PTKI sudah menempatkan S2 dan S3 monodisiplin di fakultas.
Demikianlah, saran untuk aneka masalah Magister PAI di PTKI. Semoga hal ini menjadi pemantik pemegang kebijakan untuk menyusun regulasi yang tepat, dan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dengan demikian, tidak hanya kuantitas, kualitas Prodi Magister PAI bisa dibanggakan.
Tidak ada komentar