Sekolah Digital
Oleh Jejen Musfah, Dosen UIN Jakarta
Ciri era digital adalah kerja dan belajar di lembaga pendidikan terhubung dengan internet. Email, whatsapp, google scholar, ejournal, elearning, dan lain sebagainya. Internet menjadi faktor utama efektivitas kinerja guru dan staf.
Program baru pemerintah pada 2019 ini adalah digitalisasi sekolah di daerah tertinggal dan sangat tertinggal. Beberapa sekolah akan difasilitasi internet, listrik, komputer, dan laptop. Bagaimana program ini bisa berhasil?
Pertama, keberadaan internet tetapi lemah tidak akan berfaidah karena ritme kerja menjadi lambat. Bahkan akan sangat terganggu. Berbasis internet tetapi lemah sama saja bohong. Padahal fungsi teknologi adalah efektivitas. Kapasitas dan kecepatan internet memegang kunci kinerja guru, staf, dan siswa.
Tidak mudah mewujudkan sekolah yang internetnya bagus atau cepat. Internet di kampus-kampus negeri yang besar dan ternama saja tidak bagus, padahal sistem akademik sudah berbasis internet. Artinya, jika tidak ada atau internet lemah, maka tidak bisa bekerja.
Internet yang lemah sama saja dengan tidak ada. Percuma. Artinya kebutuhan kapasitas internet di setiap sekolah akan berbeda-beda. Tergantung pada banyaknya pengguna. Dalam hal ini jumlah guru, staf, dan siswa.
Kedua, internet yang produktif. Katakanlah internet bagus. Pengguna internet di sekolah akan terbagi dua. Pertama, mereka yang sekedar membaca berita dan media sosial: facebook, instagram, youtube, dan whattsapp. Sebagian mungkin bermain games daring.
Sekolah harus membuat regulasi agar warganya tidak menjadi kelompok di atas. Terlalu sering main games dan media sosial akan menyita waktu guru dan siswa. Dampaknya mereka kurang membaca dan kurang istirahat. Mereka juga kurang atau tidak produktif.
Kedua, mereka yang tidak sekedar membaca tetapi mengumpulkan dan memanfaatkan informasi dari internet untuk melahirkan karya dan ide baru. Guru dan siswa kreatif.
Informasi dan kebijakan baru pendidikan muncul lebih cepat melalui media sosial: whatsapp dan facebook. Bagi pembelajar, beragam informasi dan kebijakan itu dijadikan peluang untuk memberikan masukan kepada pemerintah atau perbaikan praktik pembelajaran.
Bagi pembelajar, fakta dan data pendidikan dijadikan tantangan pribadi untuk melahirkan jawaban atas masalah-masalah pendidikan. Mereka membaca dan menyelesaikan masalah dari aneka sudut pandang. Setiap kelompok memiliki kepentingan yang majemuk.
Bagi pembenci, kebijakan dan realitas pendidikan itu dijadikan peluang menyudutkan pemerintah. Pemerintah perlu dikritik atas kinerja dan kebijakan yang merugikan masyarakat, tetapi tentu dengan cara yang baik. Tidak anarkis atau melanggar hukum.
Internet di sekolah memiliki dampak negatif dan positif. Melengkapi kebijakan digitalisasi sekolah, rasanya perlu guru diberi pemahaman bagaimana menjadi lebih produktif dan lebih bermutu dengan kehadiran internet.
Pembangunan sarana belajar harus disertai perubahan cara berpikir guru dan siswa. Internet merupakan kebutuhan primer guru dan siswa era revolusi industri 4.0. Kehadiran internet selaiknya meningkatkan kinerja dan karya guru dan siswa. Bukan sebaliknya: guru dan siswa malas belajar dan nihil karya dan kreativitas.
Tidak ada komentar