Pramuka Di Sekolah: Tantangan dan Peluang Masa Kini
Oleh Suratno, Dosen Universitas Paramadina
Hari pramuka bertepatan pada tanggal 14 Agustus tiga hari sebelum hari kemerdekaan. Beberapa hari yang lalu sudah kita peringati bersama. Pada kesempatan ini saya ingin sedikit share hasil riset dengan tim PIEC (Paramadina Institute of Ethic & Civilization) tahun 2018 yang disponsori oleh PPIM UIN Jakarta dan UNDP Indonesia.
Riset tentang "Revitalisasi Pramuka" dilakukan dengan metode wawancara-mendalam (semi terstruktur) terhadap 24 sekolah di 4 kabupaten di Jawa Barat dan Banten. Selain itu jg ada FGD/Focus Group Discussion dengan pihak-pihak terkait seperti Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Kemendikbud, Kemenag, Pakar kepramukaan dll.
Salah satu (atau dua) hasil risetnya adalah tantangan-tantangan yang dihadapi pramuka saat ini dan peluang-peluang yang dimiliki untuk perbaikan selanjutnya. Baiklah saya jelaskan satu-per-satu.
Tantangan-tantangan yang dihadapi gerakan Pramuka antara lain:
Pertama, pramuka kadang bukan "prioritas utama" sekolah. Banyak sekolah yang lebih lets say "academic oriented". Jadi kegiatan Pramuka-nya agak setengah hati (half-hearted pramuka).
Padahal sejak keluar Permemdikbud No. 63 tahun 2014, Pendidikan Kepramukaan menjadi ekstrakurikuler wajib melalui 3 model yakni: blok (mpls/masa pengenalam lingkungan sekolah), model aktualisasi dan model reguler. Tapi tetap saja, karena sekolah nggak atau kurang niat, hasilnya juga kurang maksimal.
Kedua, tantangan lain adalah kurikulum yang bikin lelah. Kata para siswa kurikulum 2013 dan revisinya 2016 dalam implementasinya bikin lelah. Memang mata pelajaran berkurang tapi jam pelajaran bertambah. Belum lagi yang full-day-school. Ada juga yang mengisi full-day dengan ekstrakurikuler termasuk Pramuka, tapi banyak yang mengisinya dengan pelajaran tambahan, terutama kelas 3 karena lebih fokus menghadapi UN/Ujian Nasional
Ketiga, saya dan tim PIEC juga melihat siswa-siswi sekarang banyak yang kurang suka pramuka karena banyak alternatif lain, terutama yang berbasis teknologi. Tahu sendiri lah anak-anak dan remaja sekarang kalau sudah pegang gadget, internetan, main game online mobile-legends dll., suka lupa waktu.
Keempat, tantangan lain karena kata para siswa, Pramuka tuh kadang kurang kekinian yakni kurang "engage" dengan teknologi dan juga imej semi-militer. Masih ingat sandi rumput, sandi morse pake peluit dan bendera dll? itu masih ada. Harusnya kata para siswa Pramuka kayak game "Pokemon-Go" untuk mencari jejak.
Terus juga belum apa-apa kadang siswa keder duluan dengan imej Pramuka yang semi-militer. Memang bully dan hukuman-hukuman fisik sdh dilarang tapi kata para siswa dalam prakteknya kadang masih ada. Belum lagi soal disiplin tinggi. Kata para siswa era teknologi sekarang kebutuhan "kebebasan" dan disiplin kesannya jadi diametrikal.
Saya kira penjelasan itu memberi gambaran kenapa Pramuka cuma ekatrafavorit no 3 di kalangan para siswa sesuai Survei Setara Institute tahun 2016. Ekstra favorit pertama itu olah raga (30%), kedua Rohis (20%), ketiga Pramuka (12%) dll.
Kata para siswa juga dari pada ekstra Pramuka mending ekstra Paskibraka. Terutama karena dianggap prestisius. Sering tampil di upacara 17 Agustua dll. Cuma Paskibraka diseleksi jadi cukup ketat.
Kelima, tantangan lain adalah kurangnya jumlah Pembina pramuka. Artinya mereka yang benar-benar ngerti kepramukaan karena sudah lulus KMD/Kursus Mahir Dasar dan KML/Kursus Mahir Lanjutan. Jadi bukan sekedar guru terus jadi pembina pramuka. Idealnya 1 pembina itu mengampu 150 atau 200 anggota pramuka. Tp sering ada sekolah yang ribuan anggotanya hanya dibina oleh 1 atau 2 pembina yang sudah lulus KMD.
Artinya, motivasi para guru di sekolah untuk menjadi pembina pramuka juga belum menggembirakan. Ini harus ditingkatkan.
Ke-enam juga masih belum bagus koordinasi pihak-pihak terkait. Misal "debat" apakah Kwarnas Gerakan Pramuka sebaiknya di bawah Kemenpora seperti sekarang sesuai UU Gerakan Pramuka No 12 Tahun 2010 atau di bawah Kemendikbud.
Alasannya, Kemenpora kan mengurusi pemuda (17 tahun ke atas), padahal anggota pramuka 60-70% itu ya usia sekolah SD-SMP-SMA yang usianya 7-17 tahun. Memang sudah ada solusi untuk menjembatani ini, tapi dalam praktek muncul masalah akibat kerancuan seperti di atas.
Itu tantangan-tantangan yg dihadapi Pramuka sekarang. Meski begitu, ada peluang yang diakui oleh semua stake-holder tentang manfaat pentingnya Pramuka dan ini bagus untuk modal revitalisasi.
Pramuka bagus sekali untuk penanaman Nasionalisme sejak usia ini dan itu memang salah satu core Pramuka. Masih ingat Dasa Dharma Pramuka kan? Kalau sekarang pemerintah kerepotan memerangi HTI, ekstrimisme dll., harus memanfaatkan pramuka.
Pramuka juga diakui bagus sekali untuk pendidikan karakter. Semangat kerja keras, disiplin, membantu sesama dll itu bisa tertempa di Pramuka. Anak-anak sejak usia dini harus ditanam dan dipupuk hal-hal itu. Ingat, pendidikan karakter itu salah satu core Revolusi Mental yang jadi prioritas pemerintah Jokowi. Jadi, please pak Presiden tolong perhatikan dan prioritaskan Pramuka juga.
Pramuka juga anggotanya besar dan di seluruh pelosok tanah air. Data tahun 2015 anggota Pramuka itu lebih dari 30 juta. Jadi karena size-nya besar dan jangkauannya luas, pramuka itu strategis untuk program-program pemerintah, tentu saja yang cocok dengan "nature" pramuka.
Oke jadi begitu ulasan saya yang panjang dan lebar. Semoga manfaat dan berkah.
Salam pramuka.... prok-prok-prok.... praja muda karana.
Tidak ada komentar