PPLK Sebagai Laboratorium Calon Guru
Oleh Aisyah Nurdiana, Fakultas Agama Islam, UNISMA 45 Bekasi.
PPLK (praktik pengalaman lapangan kependidikan) II adalah tahap awal disemester 7. tepat di awal
bulan Agustus 2018 sudah harus melaksanakan PPLK II, karena saya jurusan tarbiyah
atau pendidikan agama Islam, sudah pasti saya mengajar PAI atau yang berkaitan
dengan pelajaran agama. Dan akhirnya saya ditempatkan di sekolah SMA YPI “45”
Bekasi, yang dimana sekolah tersebut masih satu yayasan dengan kampusku dan
saya ditempatkan di sekolah tersebut tidak sendiri tetapi bersama
teman-temannya yang jumlah kelompok saya ada 8 orang.
Kurang lebih sudah dua bulan lamanya saya dan teman-teman
saya berada di sekolah tempat saya praktik mengajar. Perjalanan mengajar saya
ya bisa di bilang lancar. Saya ditugaskan untuk mengajar BTAQ di kelas X dan
Bahasa Arab di kelas XI IPA. Nah kan, mengajar dua pelajaran yang bukan PAI,
untungnya saya sebelumnya alumni ponpes jadi ada bekal dan paham sedikit
tentang BTAQ dan Bahasa Arab, selain ditugaskan untuk mengajar, kami juga ditugaskan
untuk menjadi guru piket, serta turut membantu dan mengikuti kegiatan-kegiatan
sekolah yang lainnya seperti kegiatan solat upacara hari senin yang
dilaksanakan dua minggu sekali, kegiatan solat dhuha yang dilaksanakan secara
bergantian dengan kegiatan upacara bendera hari senin, kegiatan membantu lomba
17 Agustus, mengikuti kegiatan upacara 17 Agustus, sampai dengan turut membantu
kegiatan pemotongan hewan qurban.
Ada sedikit pengalaman yang akan saya ceritakan disini,
jujur awalnya deg-degan banget karena ini kali pertamanya saya mengajar di
sekolah SMA, dan saya sempat kaget ketika saya ditugaskan mengajar BTAQ di
kelas X yang dimana anak kelas X berjumlah 5 orang dan mereka adalah orang yang
berkebutuhan khusus, 4 tuna netra dan 1 tuna daksa. Sedangkan kalau kelas XI
IPA normal semua.
Sempat terpikir bagaimana cara saya mengajar mereka yang
berkebutuhan khusus supaya apa yang saya ajar bisa dimengerti oleh mereka,
bagaimana cara saya untuk bersosialisasi dengan mereka, metode apa yang harus
saya terapkan kepada mereka. Kenapa saya sempat terpikir seperti itu? Karena di
kampus tidak diajarkan metode atau cara yang tepat untuk diterapkan kepada
orang berkebutuhan khusus dan ini juga kali pertamanya saya menghadapi mereka,
tapi it’s oke lah saya akan mencobanya toh juga ini akan jadi pengalaman yang
sangat berharga bagi saya pribadi.
Hari pertama saya masuk ke kelas X untuk mengajar BTAQ
kepada mereka, yang saya rasakan bukan deg-degan tetapi saya terharu melihat
begitu semangatnya mereka untuk mencari ilmu, begitu semangatnya mereka buat
belajar, hati rasanya adem aja ketika melihat mereka yang semangatnya luar
biasa dan ini juga jadi motivasi tersendiri bagi saya. Hal pertama yang saya
lakukan yang pasti perkenalkan diri saya kepada mereka dan begitu sebaliknya,
yang kata pepatah mah “tak kenal maka tak sayang”, pepatah itu yang saya pegang
ketika itu.
Saya tidak langsung masuk ke materi ketika itu, karena saya ingin
mengetahui karakter mereka dan keahlian mereka masing-masing. Honestly, mata
saya tertuju kepada murid saya yang tuna daksa karena saya perhatikan dia
cenderung pendiam, makin bingung saya bagaimana caranya agar dia care dengan
saya. Dalam hati saya berkata “Oh My God, ini adalah pr saya lagi, it’s oke
saya pasti bisa, bismillah!”.
Setelah saya masuk BTAQ ke kelas X, hari selanjutnya saya
masuk ke kelas XI IPA untuk mengajar Bahasa Arab, yang saya rasakan begitu
deg-degan yang sangat luar biasa sekali. Luar biasa ketika saya masuk dan saya melihat
anak-anaknya duuuhh luar biasa cuek dan agak sedikit bandel lah ya, saya coba
yakini diri saya dengan mengucap bismillah, saya pasti bisa, dan akhirnya saya
mengawali dengan memperkenalkan diri saya, belum lama setelah perkenalan guru
pamong bahasa arab saya datang tiba-tiba.
Duh makin deg-degan sekali kan.
Deg-degan yang luar biasa dan ketika itu saya khawatir bangat bleng gitu ketika
menyampaikan materi, tetapi saya kuatkan lagi dengan kata-kata “Saya BISA!” berbagai
cara supaya tidak bleng saya lakukan ketika itu. Dan alhmadulillah rasa
deg-degan berlalu gitu aja akhirnya tidak bleng sedikitpun.
Awal pertama
dikelas ini saya menyampaikan materi tentang ta’aruf, jadi ada sangkut paut lah
ya dengan pertama kali masuk kelas itu pasti perkenalan. Dan saya menggunakan
metode talking stik dan mereka jadi sangat antusias untuk mengikuti pelajaran
yang saya sampaikan ketika itu. Wooww... senang sekali saya ketika itu karena
melihat mereka antusias sekali. 80 menit sudah berlalu, tak terasa saya di
kelas mereka. Lega sekali hati ini pertemuan pertama lancar.
Minggu selanjutnya pertemuan kedua saya masuk di kelas X,
sebelum masuk dari rumah saya persiapkan dan cari-cari metode yang bisa
diterapkan kepada mereka. Dan akhirnya saya menggunakan metode talking stik.
Ketika saya masuk dan menerapkan metode tersebut ternyata rasanya kurang tepat,
karena agak ribet untuk mereka, dan saya harus memepetkan meja mereka satu
dengan yang lainnya agar mereka bisa mengoper stiknya.
Mereka enjoy fun dan
senang sekali sih tetapi agak ribet aja. Dan saya dekati mereka satu persatu,
akhirnya mereka nyaman dengan saya sekalipun yang awalnya pendiam sekali jadi
terbuka dengan saya. Oh senang sekali sih, dan saya jadi nyaman buat mengajar mereka.
Begitupun ketika masuk ke kelas XI IPA untuk kedua kalinya.
Minggu demi minggu, bulan demi bulan akhirnya saya lalui
dengan suka cita, rasanya senang sekali semakin kesini mereka kesemua baik
kelas X ataupun kelas XI IPA semakin nyaman dan senang ketika saya ajar dan
masuk kelas mereka.
Dan menjelang UTS saya dan team PPLK saya di tugaskan
oleh guru pamong untuk membuat soal UTS, wow banget sih kita udah benar-benar
seperti guru asli, ternyata lumayan ribet juga sih untuk bikin soal UTS juga.
Tapi alhamdulillah saya dan teman saya menjalani nya dengan baik.
Selama
UTS berjalan, saya dengan teman saya ditugaskan untuk membantu mengawas UTS,
ketika itu saya dan teman saya mengawas anak-anak yang berkebutuhan khusus
terutama yang tuna netra, dan lumayan juga sih mengawas mereka karena kita
bukan mengawas mereka karena takut mencontek akan tetapi kita harus membacakan
soal kepada mereka dan menulis jawaban yang mereka inginkan. Luar biasa sekali
sih, selama seminggu UTS kami membantunya.
Tiba di minggu terakhir saya dan teman-teman saya
berakhir praktik mengajar di sekolah tersebut. Saya begitu sedih berpisah
dengan murid-murid yang saya ajar. Tapi walau bagaimanapun setiap pertemuan
pasti ada perpisahan. Ini kisah menyenangkan bagiku, untuk belajar mengajar. Bagiku ini sebagai laboratorium untuk menjadi pendidik.
Tidak ada komentar