4 Fase Menjadi Penulis
Oleh
Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten
Bengkalis
Ayo menulis.
Menulis adalah pekerjaan
yang dipandang mudah bagi sebahagian orang dan begitu juga sebaliknya.
Kemampuan menulis menurut saya secara pribadi terbagi atas empat fase yang
harus dilalui. Pertama, fase berdarah-darah bagi seorang penulis.
Berdarah dalam hal ini bukanlah dalam artian kita terluka dan mengeluarkan
darah tetapi mengarah pada proses perjuangan untuk menelurkan ide dalam bentuk
tulisan.
Kita dihadapkan dengan kebingungan dalam memulai dan merangkai kata.
Apa yang harus kita tulis dan bagaimana kita menuliskannya. Itu semua akan kita
hadapi sebagai penulis pemula. Tapi jangan kawatir menulislah dan paksakan diri
untuk lebih banyak membaca. Karena dengan membaca kita akan menemukan pola
bagaimana seharusnya kita menuliskan sebuah ide dan merangkainya dalam bait,
paragraf sampailah pada sebuah halaman.
Kedua,
fase dimana motivasi
dalam menulis melambung tinggi. Ketika fase pertama telah kita lalui maka
lihatlah hasilnya. Kita mulai terbiasa untuk menulis. Jalan yang selama ini
buntu mulai terang. Ide yang selama ini beku mulai mencair tak lagi menjadi
batu dan kata-kata yang selama ini tak mampu untuk dirangkai mulai terasa
mengalir begitu saja karena fikiran, hati dan jemari tak lagi bertikai.
Pada
fase ini bisa saya katakan dimanapun dan kapanpun kita akan termotivasi untuk
terus menulis. Meski lelah tetap kita akan mencari celah bagaimana sebuah
tulisan indah mewarnai dalam setiap kisah. Semua itu terjadi karena motivasi
ita sedang melambung tinggi.
Ketiga,
fase kejenuhan. Rasa
jenuh pasti ada dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan termasuk salah satunya
adalah menulis. Sehingga banyak kita temukan yang dulunya rajin menulis tetapi
saat ini mulai hilang dipermukaan. Apa yang harus kita lakukan ketika fase ini
terjadi. Apakah kita harus mengikutinya atau ada cara lain yang bisa membantu
kita. saran saya, jangan ikuti dia. Karena ketika kita ikuti maka motivasimu
selama ini sehingga kita bisa sampai pada puncak tertinggi tidak akan berarti.
Kita akan meluncur cepat ke bawah dan sulit lagi untuk mendaki sampai puncak
tertingi. Oleh karena itu ada beberapa hal yang bisa memecahkan kejenuhan dalam
menulis yaitu : 1) kembali kepada tujuan di awal kita menulis. Apakah yang
menjadi tujuan kita menulis, apakah hanya sekedar ikut-ikutan atau itu adalah
kebutuhan. Jika masih ikut-ikutan segerahlah merubahnya untuk menjadi
kebutuhan. Cintailah menulis dengan sepenuh hati. Dengan cinta kita tidak akan
berpaling dan akan tetap setia. 2) Menulislah dengan ragam tulisan yang kita
hasilkan.
Cara ini sangat ampuh untuk menghindari kejenuhan dalam menulis.
Ragam tulisan mengarah pada proses menulis yang bukan bertemakan tentang satu
tema saja tetapi melainkan banyak tema yang bisa diangkat untuk ditulis. Bisa
yang bersifat tulisan berat atau tulisan ringan. Sehingga tidak ada celah untuk
tidak menulis. Jika kita sedang selera untuk menulis tulisan berat maka
tulislah, jika selera untuk menulis tulisan ringan maka juga tulislah.
Inilah
alasannya jika teman-taman yang rajin membaca tulisan saya akan melihat bahwa
tulisan yang saya hasilkan setiap harinya akan berbeda tema dengan tulisan
sebelumnya. Karena menulis itu seperti tulisan saya sebelumnya adalah bagaikan
kebutuhan makan dengan menu berbeda setiap harinya.
Keempat,
fase normal. Ketika
ketiga fase di atas telah dilalui maka kita akan menemukan jadi diri. Jati diri
sebagai seorang penulis. Kita akan berada pada kondisi normal yang tak
terombang ambing oleh kebingungan, motivasi yang hilang atau kejenuhan yang
membunuh kebiasaan kita untuk terus menulis. Itu semua karena kita telah
menemukan pola.
Ayo menulis.
Tidak ada komentar