Pendidikan Untuk Generasi Millennial
Oleh Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis
Tak
bisa dipungkiri lagi bahwa pendidikan mendapat tempat utama dalam pembangunan
bangsa. Dengan pendidikan manusia bisa tumbuh dan berkembang sesuai kondratnya
sebagai makhluk penguasa dimuka bumi. Oleh karena itu selayaknyalah pendidikan
diperhatikan dengan seksama dalam upaya melahirkan generasi emas suatu bangsa.
Berbicara generasi maka ada perbedaan antara dulu dan sekarang. Generasi
sekarang dikenal dengan sebutan generasi Y yang lahir antara tahun 1080an
hingga 2000. Sehingga dapat dipahami bahwa yang tergolong generasi milennial
adalah manusia sekarang yang berumur 15 – 35 tahun.
Generasi
milennial sangat dekat dengan kemajuan teknologi, dimana pada generasi ini
tidak ada lagi mengenal TV hitam putih, atau permainan tradisional yang
memberikan kesan tersendiri bagi yang mengalaminya melainkan mereka lebih
mengenal HP atau gadgetnya untuk sarana untuk bermain.
Mereka rela menghabiskan
waktu berjam-jam sendirian hanya untuk menatap HP. Bahkan saat ini kemajuan
teknologi bukan saja dinikmati oleh orang dewasa saja melainkan anak usia dini saja
sudah mengenalnya, sebagai contoh bermain game lewat tablet atau HP orang
tuanya masing-masing.
Kehadiran
teknologi pada generasi saat ini tentunya memiliki segudang manfaat. Hidup
lebih efisien dengan menggunakan teknologi, ruang tidak lagi terbatas namun
sudah tanpa batas. Kita bisa belajar melalui perantara yang disebut teknologi.
Kita
bisa mengenal dunia luar hanya dengan menggunakan teknologi. Ya, itulah manfaat
hadirnya teknologi dalam kehidupan kita. Tetapi meski demikian dibalik manfaat
yang diberikan tentunya juga mengandung begitu banyak nilai negatifnya. Itu
semua kembali kepada kita masing-masing bagaimana memaknai teknologi apakah
untuk membantu kita atau malah kita yang diperbudak.
Agar
teknologi bernilai positif bagi manusia maka disinilah hadir pendidikan untuk
menjawabnya. Diharapkan dengan pendidikan kita bisa sadar bahwa teknologi
adalah produk manusia oleh karena itu kitalah yang mengendalikan bukan
teknologi yang mengendalikan kita. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses pendidikan agar mampu menjawab tantangan arus perubahan,
diantaranya : Pertama, penguatan
pendidikan karakter.
Saat ini berbagai
kasus yang dimunculkan manusia milennial yang menunjukkan seakan-akan karakter
anak bangsa mulai tercabik-cabik dan ternoda. Itu terjadi disebabkan salah
satunya karena kurangnya pemahaman penggunaan teknologi yang membuat anak tidak
lagi mengenal diri dan lingkungannnya.
Oleh karena itu pendidikan karakter
perlulah diperkuat. Menurut John W. Santrock “Pendidikan karakter
merupakan pendekatan langsung untuk pendidikan moral dengan memberi pelajaran
kepada peserta didik tentang pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka
melakukan perilaku tidak bermoral atau membahayakan bagi diri sendiri maupun
orang lain”.
Dengan diperkuatnya pendididikan karakter ini bisa menjadi benteng
agar manusia saat ini bisa mengendalikan diri dan memahami mana yang seharusnya
ditelan dan mana yang harus dibuang. Apalagi pengaruh internet sebagai belantara
liar seperti sekarang ini yang menyajikan konten positif dan negatif dalam satu
ruang, jika tidak memiliki benteng diri maka kita akan terseret arus ke dalam
jurang kerusakan.
Kedua,
membangun
kesadaran orang tua dan masyarakat tentang perannya dalam pendidikan anak.
Pendidikan tidak akan berhasil membentuk manusia yang berkarakter dan tangguh
ketika orang tua dan masyarakat tidak berperan aktif. Orang tua dan masyarakat
adalah sistem kontrol bagi anak agar mereka berprilaku sesuai dengan aturan dan
norma yang berlaku. Jangan menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak hanya kepada
guru di sekolah tapi sadarilah bahwa orang tua dan masyakat adalah pendidik
dilingkungan dan dirumah.
Ketiga,
menciptakan
manusia yang produktif bukan konsumtif. Di era digital seperti sekarang ini
sebenarnya bisa dijadikan kekuatan agar manusia bisa tumbuh dengan kreativitas
yang dimiliki. Oleh karena itu arah pendidikan Indonesia seharusnya juga
diarahkan pada proses pembentukan manusia yang bisa menciptakan bukan hanya
sebagai konsumen yang hanya menggunakan atas apa yang dihasilkan oleh orang
lain.
Tidak ada komentar