Lentera Mahasiswa di Awal Kuliah
Oleh Khairul Azan, Dosen
STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis
Setelah dinyatakan lulus
tes masuk perguruan tinggi maka aku sudah layak menyandang status sebagai
mahasiswa. Semua administrasi diurus agar bisa mengikuti perkuliahan perdana.
Sebelum mengikuti proses perkuliahan maka seperti kampus-kampus lain pada umumnya
aku dan teman-teman diwajibkan mengikuti serangkaian masa orientasi agar tidak
merasa kaget dengan lingkungan baru yang dialami. Mulai dari perkenalan tentang
fasilitas kampus, kakak senior, dosen, hingga materi singkat tentang keilmuan
yang akan ditekuni yang disampaikan oleh para dosen yang sangat mempuni. Ya,
inilah duia kampus dalam benakku muncul tiba-tiba. Jauh dari orang tua
yang selama ini setia mendampingi. Meski demikian aku tidak merasa terlalu
sedih karena teman-teman baru yang mulai ku kenali, ada dari
kabupaten-kabupaten tetangga dalam provinsi dan ada juga dari luar provinsi.
Aku mengambil kos-kosan
tidak jauh dari kampus. Alasan memilih tempat tinggal yang dekat dengan
lingkungan kampus bertujuan agar menghemat biaya transportasi. Sehingga tidak
perlu menggunakan kendaraan seperti sepeda motor atau naik angkot untuk bisa
sampai ke kampus tapi cukup dengan jalan kaki saja. Bangun pagi-pagi membuat
semangat diri untuk mencari secercah ilmu sebagai bekal kesuksesan dikemudian
hari. Karena aku sadar bahwa, meski pendidikan itu tidak menjamin kesuksesan
namun dengan pendidikan kita bisa memaksimalkan fungi otak untuk berfikir
kearah positif. Itu artinya orang yang terdidik selangkah lebih maju dari pada
orang yang tidak terdidik.
Setibanya di kampus dan
masuk keruangan kelas, tatapan penuh cita-cita dari teman-teman baru menambah
semangat diri. Ada mbak lilis, puji, ahmad, ihkwan, ika, hambali, prayitno,
syukuron, efrizal, solihin, zatin, riri, dewi, nurmayeni, mansur, rozita dan
lain-lain. Mereka datang dari berbagai daerah demi satu kata yaitu “cita-cita”.
Kuliahpun dimulai. Aku duduk paling belakang. Sebelum materi disampaikan maka
dosen meminta kami untuk memperkenalkan diri dan dilanjutkan dengan kontrak
perkuliahan. Kelompok tugaspun dibagi. Masing-masing kelompok terdiri dari
empat orang. Setiap kelompok diwajibkan membuat satu makalah sesuai tema yang
telah ditentukan dan ketika tiba gilirannya harus dipresentasikan. Begitu juga
dengan dosen lainnya ketika masuk ke kelasku. Singkat cerita perkuliahan hari
itupun diakhiri pada sore harinya. Kami pulang kekos masing-masing dengan
segudang tugas makalah yang harus diselesaikan. Jika dulu ketika di kampung aku
sibuk bekerja dan sekolah maka saat ini sepertinya harus fokus kuliah saja.
Itulah pesan orang tuaku, aku tidak diperbolehkan untuk kerja karena harus
betul maksimal dalam mengikuti perkuliahan.
Ada sesuatu yang
membuatku merasa lucu ketika mengingatnya disaat aku ingin mengerjakan tugas
makalah. Makalah yang dibuat bukan dengan tulis tangan tapi harus diketik
melalui komputer. Sementara aku sama sekali tidak bisa menggunakan komputer.
Karena memang sewaktu sekolah mulai dari MTs hingga MA dulu tidak pernah
menyentuh yang namanya komputer itu seperti apa. Ini terjadi karena sekolahku
memang sangat sederhana dan jauh dari teknologi. Listrik saja belum ada.
Sehingga kami belajar komputer hanya tau namanya saja melaui modul yang
dijarkan oleh guru TIK.
Sehingga mau tidak mau
aku harus belajar lagi supaya bisa mengerjakan tugas. Bisa saja diberikan
kepada tukang ketik agar tugasku bisa diketik. Tapi tidak bagiku. Harus ku
kerjakan sendiri. Ini semua demi menghemat biaya. Karena jika diberikan kepada
pengetik tentunya mengeluarkan uang lagi, sementara keuanganku pas-pasan. Nah
kebetulan di depan kos-kosanku ada semacam ruko yang berisikan komputer dan aku
menganggap itu adalah tempat kursus komputer seperti yang ada di daerah
kecamatanku. Pergilah aku ke ruko tersebut dan bertanya ingin kursus komputer
kepada sang pemilik. Tapi sang pemilik malah tertawa dan berkata “dek ini bukan
kursus komputer tapi rental komputer”. Wah, rasa malu menggeluti diri, karena
terlalu terlihat begitu kampungan dan sang pemilik juga tidak mau mengajari.
Akupun kembali kekos. Lalu berfikir bagaimana caranya aku bisa belajar.
Alhamdulillah ternyata kakak satu kos-kosan ada yang sangat mahir dalam
menggunakan komputer, aku memanggilnya “Bang Misri”. Akupun ikut dengannya
kerental komputer untuk belajar sambil ia mengerjakan tugasnya. Aku disuruh
menggunakan komputer disampingnya lalu mengajarkan tentang bagian komputer yang
harus dipahami fungsinya. Mulai malam itu tidak perlu lama mempelajari akupun
mulai memberanikan diri untuk mulai mengetik. Meski tidak selancar kakak kos
yang mengajariku tapi itu adalah awal aku mengenali teknologi yaitu “komputer”.
Inilah bukti bahwa disaat kita punya keberanian maka disitu juga ada jalan
untuk meluluskan. Disaat kita berani mencoba disitulah ada hasil yang tak akan
sia.
Sehingga berkat kakak
kos itulah aku bisa menggunakan komputer. Mulai saat itu akupun berkutik dengan
yang namannya berangkat ke kampus, mengerjakan makalah dan lain-lain. Sehingga
muncul rasa begitu bosan yang sangat tinggi. Aku merasakan hidup di
Pekanbaru seperti penjara. Ingin rasanya pulang kampung dan bertemu orang tua
kembali. Tapi tiba-tiba aku teringat dengan cita-citaku ingin menjadi orang
sukses ketika aku memilih untuk kuliah dulu. Sehingga itu menjadi penguat diri
agar terus melangkah dan jangan lekas menyerah. Fikiran “ini adalah ujian agar
aku bisa sukses” selalu membayangi diri.
Tidak ada komentar