Membuang Isi Pikiran, Menghasilkan Tulisan
Oleh Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis
Judul ini terninspirasi dari buku yang saya baca dengan judul “Resolusi Menulis: Menyusun Rencana Mewujudkan Karya” yang dihadiahkan oleh Dr. Ngainun Naim selaku penyunting buku tersebut ketika bertemu di IAIN Tulungagung.
Buku ini berbentuk antologi yang terdiri dari beberapa penulis di dalamnya yang tergabung dalam Komunitas Sahabat Pena Nusantara. Salah satunya adalah tulisan yang ditulis oleh Bapak Hernowo Hasim selaku penulis profesional yang mampu menulis 24 buku dalam waktu 4 tahun (2001 – 2005).
Tulisan Bapak Hernowo Hasim yang termuat dalam buku “Resolusi Menulis” tersebut berhasil membuat saya mengangguk-anggukkan kepala ketika membacanya. Anggukan yang secara spontan saya tunjukkan tersebut mengindikasikan bahwa apa yang ditulis benar sekali adanya. Pendek kalimatnya namun luas makna yang terkandung.
“Kini, setiap hari, aku tak risi untuk terus “membuang” isi pikiranku, laiknya membuang sampah, selama 10 hingga 15 menit. (Hernowo Hasim)
Banyak makna yang saya tangkap dari kutipan di atas. Pertama, menulis itu sederhana. Kedua, menulis itu butuh intensitas. Ketiga, menulis itu butuh loyalitas.
Menulis itu sederhana
Jika ingin menjadi penulis yang handal maka buanglah jauh-jauh pikiran bahwa menulis itu sulit untuk diwujudkan. Tetapi bangunlah opini diri bahwa menulis itu sederhana yang tak ubahnya seperti kita makan dengan hidangan yang telah disiapkan. Kita tidak perlu berpikir kecuali langsung menyantapnya. Ini penting dilakukan mengingat banyak orang yang ingin menulis namun terkubur karena rasa pesimis diawal sudah dimunculkan.
Menulis itu adalah menuangkan isi pikiran yang masih bersifat abstrak kedalam sebuah tulisan yang bersifat nyata. Menuangkan isi pikiran akan memberikan ruang otak terbuka lebar dari pikiran lama yang menumpuk. Inilah yang dikatakan oleh Bapak Hernowo Hasim kalimat “membuang isi pikiran”.
Dengan membuang apa yang telah lama kita pikirkan akan memberikan ruang otak kembali segar untuk berpikir sesuatu yang baru dan bernilai positif. Barangkali inilah alasannya mengapa bagi saya ketika selesainya menulis ada sesuatu yang dirasakan yaitu “otak merasa plong tanpa beban”. Sehingga menulis itu sebenarnya tidak rugi, disatu sisi kita punya karya dari pikiran yang kita buang dan disisi lain juga memberikan manfaat pada kesehatan otak kita masing-masing.
Menulis itu butuh intensitas
Seperti yang saya katakan pada paragraf sebelumnya menulis itu sederhana. Sederhananya dimana, yaitu kita tidak perlu memulainya dengan sesuatu yang berat untuk dipikirkan namun cukup hanya membuang apa yang telah kita pikirkan. Lakukan itu secara terus-menerus (intensitas). Tidak butuh lama. Kata Pak Hernowo hasim cukup 10 hingga 15 menit saja untuk menulis. Ketika kita melakukan dengan inten maka menulis itu tidak akan sulit dan membosankan justru menyenangkan. Tulislah apa yang kita pikirkan hari ini agar otak memiliki ruang berpikir untuk hari esok.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa penulis yang baik bukan diukur dari seberapa banyak tulisan yang dihasilkan pada suatu kondisi melainkan penulis yang baik adalah ketika menulis secara inten setiap hari. Bahasa sederhananya percuma hari ini kita menulis beribu-ribu halaman namun besok tidak pernah lagi muncul dipermukaan.
Menulis itu butuh loyalitas
Menulis itu tak ubahnya bekerja disuatu perusahaan. Yang pasti namanya bekerja tentu tidak terlepas dari sesuatu yang tidak menyenangkan. Hubungan dengan orang lain, dengan atasan sampai masalah pekerjaan itu sendiri. Namun ketika kita menjalaninya dengan ikhlas dan serius yakinlah suatu saat masa indah itu kita dapatkan.
Begitu juga dalam menulis. Menulis itu butuh pengorbanan dan loyalitas. Apalagi bagi penulis pemula. Masalah-masalah menulis tak akan henti kita alami. Ketika kita tidak bertahan diri untuk terus menulis maka jangan berharap menjadi penulis yang profesional kita dapatkan.
Menulislah kapan saja dan dalam kodisi yang seperti apapun itu. Baik sedang ada masalah maka tulislah tentang masalah yang sedang dihadapi. Ketika adalah kesenangan maka tulislah tentang kesenangan yang kita alami. Begitulah penulis sejati yang tidak pernah berhendi menulis meskipun dalam kondisi yang tidak baik sama sekali. Ketika semua itu dilakukan maka masalah yang awalnya bersebarangan dengan kita menjadi berpaling sebagai sahabat yang tak perlu ditakutkan.
Jadi menulis itu simpel. Cukup membuang apa yang kita fikirkan yang mana ketika itu ditumpuk akan menjadi beban. Makan supaya tidak terbebani maka buanglah ia pada sebuah tulisan.
Tidak ada komentar