Teladan vs Perintah dalam Mendidik Anak
Oleh : Slamet Widodo, guru Matematika di MTs N 3 Bojonegoro yang bertempat di Kepohbaru.
Ada sebuah kata-kata bijak bestari yang berbunyi "Satu kali keteladanan itu lebih baik dari seribu perintah." Kalimat itu bukan hanya isapan jempol belaka. Namun benar-benar nyata. Saya punya pengalaman menarik mengenai kalimat bijak itu.
Saya punya dua anak perempuan. Anak pertama, pada tahun ini usianya masuk 10 tahun. Saat ini dia duduk di kelas 4 MI setingkat SD. Sementara adiknya baru berusia 3 bulan. Alhamdulillah, kami diberi amanah Allah dua orang anak perempuan. Semoga kedua anak perempuan dan keturunan-keturuan kami dijadikan anak yang sholeh dan sholihah oleh Allah swt. Aamiin.
Nah, yang akan saya ceritakan di sini bukan anak kedua saya. Soalnya dia masih balita. Melainkan anak pertama. Saya sering mendapatkan skak mat, ketika meminta bantuan (baca: memerintahkan) kepada anak saya. Contoh saja, pada waktunya mandi, menjelang waktu Ashar dan sebenarnya waktunya dia untuk ngaji. Pada saat itu, saya baru pulang dari kerja. Saya duduk, untuk istirahat sebentar.
Saya bilang, "Nak, segera mandi. Sudah waktunya ngaji." Jawabannya lucu namun menggemaskan. "Lha, Ayah kok belum mandi juga?"
Nah loh. Saya cukup diam sebentar. Kemudian dia saya minta duduk di samping saya. Lalu saya jelaskan, bahwa saya baru saja pulang kerja. Butuh istirahat sebentar. Sebentar lagi saya juga akan mandi. Sebenarnya kalimat yang dia ucapkan itu kalimat bantahan. Namun kita sebagai orang tua tidak lantas memarahinya. Ada sisi baiknya. Dia sudah bisa memberikan argumen untuk membantah.
Nah, sekarang beda lagi ceritanya. Suatu ketika, juga saatnya mandi. Karena saya ambil salah satu contoh yang mudah saja. Selain itu, soal mandi menjadi hantu menakutkan bagi si kecil. Ketika diminta untuk segera mandi, dia mengeluarkan beribu alasan untuk menghindar.
Saya dan ibunya sudah mandi. Sudah sholat Ashar juga. Sementara anak saya masih dolan di rumah temannya. Setelah selang beberapa menit setelah adzan, dia pulang. Saya cuma bilang kepadanya.
"Nak, ayah dan ibu sudah mandi. Sudah sholat juga," hanya itu yang saya ucapkan.
Tanpa diperintah, dia langsung ambil handuk, lantas menuju kamar mandi. Ganti baju lalu sholat Ashar dan berangkat mengaji. Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh yang kami alami.
Kesimpulannya, ternyata jika kita menginginkan anak melakukan sesuatu. Misalnya mandi. Cukup kita memberi contoh. Bukan memerintah. Lebih-lebih memberi perintah dari kejauahan. Dengan kalimat yang lantang. Justru itu tidak akan diperhatikan oleh anak.
Bagaimana dengan Anda?
Tidak ada komentar